Yenny Wahid Pusing Baca Tanggapan Jansen Sitindaon: Muter-muter Kayak Tong Setan di Pasar Malam
Minggu, 13 Agustus 2023 - 05:14 WIB
“Jadi bagi para peminat, jika diri Anda selama ini tidak merepresentasikan perubahan, apalagi jadi bagian dan ikut menikmati rezim ini, saya pribadi berharap Anda cari koalisi lain saja jika mau jadi cawapres. Saya pribadi akan menentang Anda, minimal di rapat-rapat di partai saya Demokrat yang adalah pemegang 9,3 % (persen) dalam Koalisi Perubahan ini,” katanya.
“Soal apakah pendapat saya itu akan menang atau kalah, tidak terlalu penting buat saya. Penting saya akan bersuara menentang dan menolak Anda yang tidak merepresentasikan perubahan namun ingin jadi cawapres di koalisi ini. Selamat menuju pemilu untuk kita semua. NB: tulisan ini adalah pendapat pribadi saya,” pungkasnya.
Cuitan Jansen tersebut ditanggapi oleh Yenny Wahid. “Saya enggak pernah nyodorin diri jadi cawapres Mas Anies lho. Saya cuma merespons lamaran yang datang. Justru saya mendukung Mas AHY jadi cawapres Mas Anies. Kalau situ belum apa2 udah menolak saya, pas bossmu butuh dukungan, saya emoh lho,” cuit Yenny Wahid dengan emoji tertawa.
Jawaban Yenny Wahid tersebut kemudian ditimpali oleh Jansen. “Hehe. Ampunn Mbakk,” cuit Jansen dengan emoji tertawa.
“Kalau soal dukung mendukung siapa, karena perbebatan ini terkait politik dan pemilu besok, ya kembali pada sikap, keyakinan, dan pilihan jenengan Mbak,” tambah Jansen.
Dia menilai idealnya cawapres pendamping Anies bukan bagian dari rezim sepanjang nama koalisi Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem adalah Koalisi Perubahan. Jansen mengatakan, nama koalisi itu sejalan dengan hasil Rapimnas Partai Demokrat 2022 yang menghasilkan keputusan tentang Perubahan dan Perbaikan sebagai agenda politik partainya di Pemilu 2024.
“Biar kontras sekalian. Itulah sikap saya. Karena bagi saya itulah gunanya pemilu dan diharapkan terjadi di pemilu. Ada perbedaan jelas antarkandidat. Jika tidak, nama perubahan ini diubah saja. Karena nama/merek itu vital, jadi panduan bagi pemilih, jadi pembeda dalam kebijakan yang akan diambil ke depan,” jelasnya.
Jansen berpendapat, karena ini soal sikap, keyakinan, dan pilihan politik, bukan argumen soal opini atau kebijakan, sebenarnya tidak perlu ada yang diperbedatkan. Dirinya juga mengaku sepenuhnya menghargai sikap yang diambil Yenny Wahid, termasuk soal akan mendukung atau tidak mendukung siapa.
“Soal lain-lainnya saya kira sudah cukup gamblang saya jelaskan di tulisan itu. Itulah keyakinan dan sikap politikku Mbak. Sama dengan sikap dan pilihan saya di Pemilu 2019 lalu mendukung Pak Prabowo/Mas Sandi habis-habisan. Walau kemudian hasilnya kalah dan dampaknya masih saya rasakan sampai sekarang khususnya di kampung,” kata Jansen.
Karena, dia mengungkapkan mayoritas di suku dan kampungnya merupakan pendukung berat Presiden Jokowi. Namun, dia mengaku tak masalah karena itu adalah politik. Dia juga memahami pilihan berbeda pasti terjadi dengan segala konsekuensinya.
“Soal apakah pendapat saya itu akan menang atau kalah, tidak terlalu penting buat saya. Penting saya akan bersuara menentang dan menolak Anda yang tidak merepresentasikan perubahan namun ingin jadi cawapres di koalisi ini. Selamat menuju pemilu untuk kita semua. NB: tulisan ini adalah pendapat pribadi saya,” pungkasnya.
Cuitan Jansen tersebut ditanggapi oleh Yenny Wahid. “Saya enggak pernah nyodorin diri jadi cawapres Mas Anies lho. Saya cuma merespons lamaran yang datang. Justru saya mendukung Mas AHY jadi cawapres Mas Anies. Kalau situ belum apa2 udah menolak saya, pas bossmu butuh dukungan, saya emoh lho,” cuit Yenny Wahid dengan emoji tertawa.
Jawaban Yenny Wahid tersebut kemudian ditimpali oleh Jansen. “Hehe. Ampunn Mbakk,” cuit Jansen dengan emoji tertawa.
“Kalau soal dukung mendukung siapa, karena perbebatan ini terkait politik dan pemilu besok, ya kembali pada sikap, keyakinan, dan pilihan jenengan Mbak,” tambah Jansen.
Dia menilai idealnya cawapres pendamping Anies bukan bagian dari rezim sepanjang nama koalisi Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem adalah Koalisi Perubahan. Jansen mengatakan, nama koalisi itu sejalan dengan hasil Rapimnas Partai Demokrat 2022 yang menghasilkan keputusan tentang Perubahan dan Perbaikan sebagai agenda politik partainya di Pemilu 2024.
“Biar kontras sekalian. Itulah sikap saya. Karena bagi saya itulah gunanya pemilu dan diharapkan terjadi di pemilu. Ada perbedaan jelas antarkandidat. Jika tidak, nama perubahan ini diubah saja. Karena nama/merek itu vital, jadi panduan bagi pemilih, jadi pembeda dalam kebijakan yang akan diambil ke depan,” jelasnya.
Jansen berpendapat, karena ini soal sikap, keyakinan, dan pilihan politik, bukan argumen soal opini atau kebijakan, sebenarnya tidak perlu ada yang diperbedatkan. Dirinya juga mengaku sepenuhnya menghargai sikap yang diambil Yenny Wahid, termasuk soal akan mendukung atau tidak mendukung siapa.
“Soal lain-lainnya saya kira sudah cukup gamblang saya jelaskan di tulisan itu. Itulah keyakinan dan sikap politikku Mbak. Sama dengan sikap dan pilihan saya di Pemilu 2019 lalu mendukung Pak Prabowo/Mas Sandi habis-habisan. Walau kemudian hasilnya kalah dan dampaknya masih saya rasakan sampai sekarang khususnya di kampung,” kata Jansen.
Karena, dia mengungkapkan mayoritas di suku dan kampungnya merupakan pendukung berat Presiden Jokowi. Namun, dia mengaku tak masalah karena itu adalah politik. Dia juga memahami pilihan berbeda pasti terjadi dengan segala konsekuensinya.
tulis komentar anda