Partai Politik Perlu Berbenah agar Publik Tak Apatis
Kamis, 18 Mei 2023 - 21:15 WIB
Dia juga mengingatkan partai dan politik merupakan dua entitas yang berbeda. Parpol merupakan institusi yang ada karena konstitusi membuatnya ada. "Sedangkan politik itu entitas lain, di mana orang tukar menukar kepentingan yang tidak selalu melalui institusi partai politik," katanya.
Sementara itu, Anggota DPR Fraksi PDIP Eriko Sotarduga mengakui tingkat kepercayaan publik terhadap parpol masih rendah. Namun, dia menuturkan, masih ada harapan untuk membalikkan keadaan tersebut, terutama di kalangan anak muda.
Terkait dengan anak muda dalam menilai parpol, Eriko menyebut ada tiga hal yang dilihat, yakni korupsi, sustainable energy, dan ekonomi UMKM. Khusus korupsi, Eriko mengingatkan tidak ada parpol yang mengajarkan korupsi.
Dia menegaskan korupsi merupakan perilaku personal. Untuk mengatasi hal itu, dia menyebut PDIP mendorong sistem pemilihan tertutup agar kader yang nanti ditempatkan di parlemen benar-benar punya kredibilitas dalam bertugas.
"Jadi nanti partai yang akan bertanggung jawab kalau kadernya melakukan kesalahan. Kalau sekarang partai bisa menyampaikan konsekuensi dari liberalisme parpol," kata Eriko.
PDIP juga telah sejak lama membuat sekolah partai bagi para kader agar tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum saat menjadi anggota DPR. Eriko mengungkapkan perlunya keuangan yang mapan jika seseorang ingin menjadi anggota DPR agar tidak melakukan korupsi untuk menambah hartanya.
Anggota DPR Fraksi PAN Rizki Sadiq mengatakan, tingkat apatisme publik terhadap partai politik masih dalam batas wajar berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei. Sadiq berharap ada keseimbangan di medsos untuk meningkatkan partisipasi publik terhadap politik.
Sebab, dia melihat saat ini ketidakpercayaan publik terhadap parpol imbas dari tidak seimbangnya publikasi kerja-kerja anggota DPR dalam mengawal kepentingan rakyat. "Banyak lho kerja-kerja politik di DPR itu yang pro terhadap kepentingan masyarakat dan itu sebuah kerja-kerja yang jangka panjang," ujar Sadiq.
Ia memberikan contoh bagaimana anggota DPR memperjuangkan UU untuk buruh migran. Selain itu, ada juga UU Psikologi hingga UU BPJS. "Tapi kan tidak ada yang memuat secara terus-menerus hal seperti itu. Tapi kalau ada yang jelek, itu di-blow-up-nya luar biasa sekali. Padahal kita sadar, kita hidup dari mulai lahir sampai dengan meninggal ini makhluk politik," ujar Sadiq.
"Di republik ini, lahir butuh akta kelahiran, meninggal butuh akta kematian. Dan proses di tengah-tengahnya semua proses politik semua antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif," ujarnya.
Sementara itu, Anggota DPR Fraksi PDIP Eriko Sotarduga mengakui tingkat kepercayaan publik terhadap parpol masih rendah. Namun, dia menuturkan, masih ada harapan untuk membalikkan keadaan tersebut, terutama di kalangan anak muda.
Terkait dengan anak muda dalam menilai parpol, Eriko menyebut ada tiga hal yang dilihat, yakni korupsi, sustainable energy, dan ekonomi UMKM. Khusus korupsi, Eriko mengingatkan tidak ada parpol yang mengajarkan korupsi.
Dia menegaskan korupsi merupakan perilaku personal. Untuk mengatasi hal itu, dia menyebut PDIP mendorong sistem pemilihan tertutup agar kader yang nanti ditempatkan di parlemen benar-benar punya kredibilitas dalam bertugas.
"Jadi nanti partai yang akan bertanggung jawab kalau kadernya melakukan kesalahan. Kalau sekarang partai bisa menyampaikan konsekuensi dari liberalisme parpol," kata Eriko.
PDIP juga telah sejak lama membuat sekolah partai bagi para kader agar tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum saat menjadi anggota DPR. Eriko mengungkapkan perlunya keuangan yang mapan jika seseorang ingin menjadi anggota DPR agar tidak melakukan korupsi untuk menambah hartanya.
Anggota DPR Fraksi PAN Rizki Sadiq mengatakan, tingkat apatisme publik terhadap partai politik masih dalam batas wajar berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei. Sadiq berharap ada keseimbangan di medsos untuk meningkatkan partisipasi publik terhadap politik.
Sebab, dia melihat saat ini ketidakpercayaan publik terhadap parpol imbas dari tidak seimbangnya publikasi kerja-kerja anggota DPR dalam mengawal kepentingan rakyat. "Banyak lho kerja-kerja politik di DPR itu yang pro terhadap kepentingan masyarakat dan itu sebuah kerja-kerja yang jangka panjang," ujar Sadiq.
Ia memberikan contoh bagaimana anggota DPR memperjuangkan UU untuk buruh migran. Selain itu, ada juga UU Psikologi hingga UU BPJS. "Tapi kan tidak ada yang memuat secara terus-menerus hal seperti itu. Tapi kalau ada yang jelek, itu di-blow-up-nya luar biasa sekali. Padahal kita sadar, kita hidup dari mulai lahir sampai dengan meninggal ini makhluk politik," ujar Sadiq.
"Di republik ini, lahir butuh akta kelahiran, meninggal butuh akta kematian. Dan proses di tengah-tengahnya semua proses politik semua antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif," ujarnya.
tulis komentar anda