Puasa dan Perilaku Antinarsistik

Sabtu, 08 April 2023 - 20:04 WIB
Perilaku pamer (riya') sering dilakukan orang-orang dengan menunjukkan foto-foto narsistik di media sosial agar orang lain tahu. Fenomena itu biasa disebut flexing atau pamer kekayaan dan kemewahan gaya hidup dengan tujuan mendapatkan pengakuan (pujian) orang lain bahwa mereka adalah kaya harta, mampu, terhormat, pintar, eksklusif, "berhati mulia", dan banyak lagi seperti yang terjadi belakangan ini.

Tahukah kita, perilaku pamer (riya') dan narsistik itu dikecam oleh semua agama, apapun agamanya. Selain menodai nilai-nilai "ketawadluan" atau kerendahhatian, juga melukai hati mereka yang tidak mampu. Rasulullah pernah mengingatkan agar kita tidak riya' atas nikmat yang kita terima. Memperoleh nikmat saja bisa menimbulkan iri, apalagi pamer kemewahan. Dalam hadisnya Rasulullah bersabda: sesungguhnya setiap nikmat (yang kita peroleh) "mengundang" kecemburuan atau hasad dari orang lain. (HR. Thabrani).

Secara psikologis, orang yang suka memamerkan harta, kemewahan, dan semacamnya dikategorikan memiliki gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian narsistik merupakan penyimpangan dalam fungsi pribadi. Dalam buku besar psikologi, DSM, narsistik disebut sebagai bagian dari mental disorder. Hal ini ditandai dengan beberapa ciri diantaranya referensi bagi identitas diri berlebih terhadap orang lain. Artinya orang lain selalu menjadi ukuran bagi dirinya, khususnya yang bersifat material.

Selain itu munculnya penghargaan berlebihan terhadap diri sendiri. Tujuan hidupnya pun didasarkan pada ekspektasi orang lain dengan standar pribadi yang terlalu tinggi agar bisa melebihi orang lain. Orang narsis juga kurang mampu untuk mengenali dan mengidentifikasi perasaan dan kebutuhan orang lain, serta hubungan yang dibangun dengan orang lain hanya diorientasikan pada diri sendiri.

Lalu bagaimana cara mengobati orang yang memiliki kepribadian narsistik? Selain harus dilakukan terapi kognitif, yaitu pengayaan wawasan (insight) tentang pentingnya kerendah-hatian, juga perlu internalisasi nilai-nilai puasa agar tumbuh kesadaran bahwa bumi ini bukan hanya dia penghuninya. Masih banyak orang yang membutuhkan empati dan kasih sayang.

Selain itu, upaya-upaya "pengekangan" seperti tidak boleh makan, minum, dan aktifitas seksual yang diajarkan puasa, seyogyanya menjadi unsur kendali jiwa rendah agar kita tidak terperosok ke jurang kehinaan.

Manusia adalah makhluk ruhani, yang tidak sepantasnya memamerkan kemewahan apapun di hadapan manusia lain dengan niat mencari pengakuan atau pujian. Karena pujian hakiki hanya untuk Allah. Apakah masih mau pamer pada momen lebaran nanti? Wallahu a'lam.
(bmm)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More