PAMERISME
Sabtu, 25 Maret 2023 - 12:17 WIB
Sebaiknya beragam tunjangan para pejabat itu tiap bulan dihabiskan untuk belanja, selain kebutuhan dasarnya tentu, dan kemudian dibolehkan untuk memamerkannya. Agar menggerakkan ekonomi rakyat, maka pemerintah mengatur bahwa beragam produk yang boleh dipamerkan oleh para pejabat di ruang publik itu hanya produk-produk original yang diproduksi oleh produsen-produsen lokal saja.
Misalnya beberapa hari yang lalu seorang pejabat ditanya mengenai busana yang dikenakannya. Sang pejabat menjawab bahwa busana ini adalah batik tulis produk lokal dengan nilai sekian. Coba kalau pejabat tersebut dilarang pamer dia tidak akan menjadi penggerak ekonomi dan produsen lokal itu.
Maka konsekuensinya adalah pemerintah juga harus mendorong beberapa pihak terutama produses untuk mampu menghasilkan produk yang kualitasnya setara dengan atau mendekati produk-produk premium luar negeri itu. Hal ini dimaksudkan agar bisa menjadi tujuan para pejabat menghabiskan dana tunjangan yang melimpah tersebut. Sehingga dengan produk tersebut mereka merasa pantas memamerkan produk-produk tersebut di sosial media.
Bagi beberapa orang, keinginan orang untuk memamerkan apa yang dia miliki entah itu asli atau KW atau apapun, merupakan satu hasrat alami dan manusiawi. Maka yang menjadi masalah bukan persoalan pamernya, tapi persoalan dari mana dia mendapatkan produk itu.
Apakah produk tersebut diperoleh dengan modus yang halal, layak dan pantas atau tidak. Masalahnya di situ, bukan di pamernya. Karena jika pamer ini dilarang, tidak menjamin orang-orang yang biasa nilep dan nyolong uang negara, dan lain-lain tidak melakukannya.
Apalagi sekarang, di mana teknologi sudah demikian canggih memfasilitasi hasrat dan syahwat pamer ini, maka ketika ruang pamer ini dilarang justru akan lebih banyak menuai kerugian ketimbang keuntungan.
Misalnya beberapa hari yang lalu seorang pejabat ditanya mengenai busana yang dikenakannya. Sang pejabat menjawab bahwa busana ini adalah batik tulis produk lokal dengan nilai sekian. Coba kalau pejabat tersebut dilarang pamer dia tidak akan menjadi penggerak ekonomi dan produsen lokal itu.
Maka konsekuensinya adalah pemerintah juga harus mendorong beberapa pihak terutama produses untuk mampu menghasilkan produk yang kualitasnya setara dengan atau mendekati produk-produk premium luar negeri itu. Hal ini dimaksudkan agar bisa menjadi tujuan para pejabat menghabiskan dana tunjangan yang melimpah tersebut. Sehingga dengan produk tersebut mereka merasa pantas memamerkan produk-produk tersebut di sosial media.
Bagi beberapa orang, keinginan orang untuk memamerkan apa yang dia miliki entah itu asli atau KW atau apapun, merupakan satu hasrat alami dan manusiawi. Maka yang menjadi masalah bukan persoalan pamernya, tapi persoalan dari mana dia mendapatkan produk itu.
Apakah produk tersebut diperoleh dengan modus yang halal, layak dan pantas atau tidak. Masalahnya di situ, bukan di pamernya. Karena jika pamer ini dilarang, tidak menjamin orang-orang yang biasa nilep dan nyolong uang negara, dan lain-lain tidak melakukannya.
Apalagi sekarang, di mana teknologi sudah demikian canggih memfasilitasi hasrat dan syahwat pamer ini, maka ketika ruang pamer ini dilarang justru akan lebih banyak menuai kerugian ketimbang keuntungan.
(ynt)
tulis komentar anda