Impunitas Komisioner KPK Inkonstitusional
A
A
A
JAKARTA - Wacana pemberian hak impunitas bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai inkonstitusional. Ini bertentangan dengan konstitusi di mana setiap warga negara memiliki kesamaan di hadapan hukum.
“Wacana hak impunitas itu inkonstitusional dan tidak sesuai prinsip dasar hukum negara kita,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada KORAN SINDO kemarin. Neta mengatakan, jika hak impunitas benar- benar diberikan kepada KPK, tidak ada lagi persamaan di hadapan hukum. Ini berakibat pada pelanggaran hak konstitusi warga lain.
Neta menambahkan, hak impunitas tidak realistis. Salah kaprah jika Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk memberikan hak impunitas tersebut. “Sebaiknya jangan diberikan. Ini akan sangat berbahaya. KPK bisa sangat otoriter,” ungkapnya. Neta menilai, KPK saat ini sudah menjadi lembaga full power .
Jika diberi hak impunitas, KPK tidak akan dapat lagi dikontrol dan berpotensi menyalahgunakan wewenang. “Justru harus ada kontrol agar tidak menyalahgunakan wewenang. Jika diberikan begitu saja, sedangkan mereka yang menjabat berpotensi menyalahgunakan jabatan, ini akan merepotkan,” katanya. Menurut dia, sepanjang manusia pasti berpotensi melanggar hukum. Karena itu, segala hal perlu diawasi termasuk KPK, bukan malah memberikan kekebalan hukum.
“Potensi ini harus diawasi. Hak impunitas dipegang, mereka tidak akan tersentuh hukum. Presiden saja harus dikontrol. KPK ini sudah tidak terkontrol, diberikan kekebalan pula. Sangat membahayakan sistem hukum kita,” sebutnya. Neta mengatakan, dibandingkan memberikan hak impunitas, akan lebih baik jika ada lembaga pengawas KPK. Ini perlu agar komisioner yang berpotensi melakukan kesalahan dapat terkontrol.
Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin mengatakan, kekebalan hukum merupakan cikal bakal otoritarianisme. Presiden tidak perlu mengeluarkan perppu hanya untuk kekebalan hukum KPK. “Itu membahayakan. Nanti lembaga negara yang absolut semakin tidak bisa disalahkan,” ujarnya.
Selain itu, ada kekebalan hukum ini juga akan menimbulkan kecemburuan bagi lembaga negara lain. Jangan ada lembaga negara yang diimpunitas. Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, dalam konteks tertentu, penegak hukum termasuk KPK juga membutuhkan perlindungan hukum dalam melakukan fungsinya. Perlindungan itu diberikan secara terbatas untuk KPK.
“Dalam hal ini bukan berarti kebal hukum. Ini belum dibicarakan dan dikaji. Didudukkan sejauh mana perlindungan hukum itu diberikan. Karena bisa saja saat menangani suatu kasus lalu dilaporkan menjadi tersangka lama-lama komisioner dan penyidik habis,” paparnya.
Erwin mencontohkan, perlindungan hukum itu dapat dilakukan dengan delik pidana digeser ke delik etik terlebih dulu. Jika dinilai melakukan tindakan pidana, dilaporkan Dewan Etik lalu disikapi apakah nanti diberhentikan atau tidak. “Mereka tidak tebal hukum karena perlindungannya terbatas. Dewan Etik bisa me nilai. Bisa saja diberhentikan,” sebutnya.
Dita angga
“Wacana hak impunitas itu inkonstitusional dan tidak sesuai prinsip dasar hukum negara kita,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada KORAN SINDO kemarin. Neta mengatakan, jika hak impunitas benar- benar diberikan kepada KPK, tidak ada lagi persamaan di hadapan hukum. Ini berakibat pada pelanggaran hak konstitusi warga lain.
Neta menambahkan, hak impunitas tidak realistis. Salah kaprah jika Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk memberikan hak impunitas tersebut. “Sebaiknya jangan diberikan. Ini akan sangat berbahaya. KPK bisa sangat otoriter,” ungkapnya. Neta menilai, KPK saat ini sudah menjadi lembaga full power .
Jika diberi hak impunitas, KPK tidak akan dapat lagi dikontrol dan berpotensi menyalahgunakan wewenang. “Justru harus ada kontrol agar tidak menyalahgunakan wewenang. Jika diberikan begitu saja, sedangkan mereka yang menjabat berpotensi menyalahgunakan jabatan, ini akan merepotkan,” katanya. Menurut dia, sepanjang manusia pasti berpotensi melanggar hukum. Karena itu, segala hal perlu diawasi termasuk KPK, bukan malah memberikan kekebalan hukum.
“Potensi ini harus diawasi. Hak impunitas dipegang, mereka tidak akan tersentuh hukum. Presiden saja harus dikontrol. KPK ini sudah tidak terkontrol, diberikan kekebalan pula. Sangat membahayakan sistem hukum kita,” sebutnya. Neta mengatakan, dibandingkan memberikan hak impunitas, akan lebih baik jika ada lembaga pengawas KPK. Ini perlu agar komisioner yang berpotensi melakukan kesalahan dapat terkontrol.
Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin mengatakan, kekebalan hukum merupakan cikal bakal otoritarianisme. Presiden tidak perlu mengeluarkan perppu hanya untuk kekebalan hukum KPK. “Itu membahayakan. Nanti lembaga negara yang absolut semakin tidak bisa disalahkan,” ujarnya.
Selain itu, ada kekebalan hukum ini juga akan menimbulkan kecemburuan bagi lembaga negara lain. Jangan ada lembaga negara yang diimpunitas. Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, dalam konteks tertentu, penegak hukum termasuk KPK juga membutuhkan perlindungan hukum dalam melakukan fungsinya. Perlindungan itu diberikan secara terbatas untuk KPK.
“Dalam hal ini bukan berarti kebal hukum. Ini belum dibicarakan dan dikaji. Didudukkan sejauh mana perlindungan hukum itu diberikan. Karena bisa saja saat menangani suatu kasus lalu dilaporkan menjadi tersangka lama-lama komisioner dan penyidik habis,” paparnya.
Erwin mencontohkan, perlindungan hukum itu dapat dilakukan dengan delik pidana digeser ke delik etik terlebih dulu. Jika dinilai melakukan tindakan pidana, dilaporkan Dewan Etik lalu disikapi apakah nanti diberhentikan atau tidak. “Mereka tidak tebal hukum karena perlindungannya terbatas. Dewan Etik bisa me nilai. Bisa saja diberhentikan,” sebutnya.
Dita angga
(ars)