4 Tokoh Sumba Terima Lifetime Achviement Award

Minggu, 11 Januari 2015 - 13:45 WIB
4 Tokoh Sumba Terima Lifetime Achviement Award
4 Tokoh Sumba Terima Lifetime Achviement Award
A A A
Ikatan Keluarga Besar Sumba (IKBS) Jakarta menggelar perayaan natal bersama di anjungan NTT Taman Mini Indonesia Indah, pada Minggu (11/01/2015) hari ini. Sekitar 4.000 warga Sumba, NTT, di Jabodetabek akan menghadiri acara natal bersama tersebut.

Yang menarik, tahun ini IKBS memberikan penghargaan lifetime achviement award (LAA) kepada empat orang warganya yang dinilai memberi kontribusi bagi kemajuan Sumba, NTT, dan Indonesia. Keempat tokoh itu-semuanya sudah meninggal-adalah Dr Oembu H Kapita (pendidikan), Prof Dr Manase Malo (politik), CM Djakababa M.Sc (wirausaha), dan Drs Jhon Robert Zairo (kebudayaan).

Pemberian LAA ini sebagai upaya untuk mengenang sekaligus memotivasi kaum muda Sumba agar tetap berguru kepada kesuksesan para tokoh tersebut. Seperti dijelaskan Ketua Panitia Thobias Tamo Ama, pemberian penghargaan sebagai wujud kerinduan kaum muda untuk berguru kepada mereka yang sudah berhasil dalam hidupnya. “Berhasil tidak selamanya menjadi kaya raya atau serba berkecukupan, tapi bisa dalam bentuk berhasil keluar dari diri sendiri bagi kesuksesan orang lain.

Dan, kami melihat keempat tokoh tersebut dari perspektif ini,” jelas Thobias. Jhon Robert Zairo (alm), misalnya, telah memberikan kontribusi yang positif di bidang kebudayaan. Lelaki kelahiran Elopada, Sumba Barat Daya, pada 17 Agustus 1945 itu adalah seorang pegawai Dinas Sosial DKI Jakarta.

Dengan segala pengetahuan dan keterampilan dalam menari, ia mengembangkan tarian Sumba di Jakarta dengan melatih sejumlah kaum muda Sumba membawakan tarian-tarian itu dalam berbagai kesempatan di dalam maupun luar negeri bersama kaum muda Sumba. Jhon Zairo memang tumbuh dalam keluarga yang mencintai dan mengembangkan tarian Sumba.

Di Elopada keluarganya memiliki sanggar tari bernama Ana Raya Bolu yang kemudian melahirkan sejumlah tarian seperti Tarian Petik Kopi, Tarian Elang, Tarian Ndara Nggukku, Todaka Pare, dan masih banyak lagi karya lainnya. Lalu, Oembu Hina Kapita yang lahir pada 1908. Pada zaman Oembu, Sumba sangat lekat ketertinggalan, kebodohan, keterasingan, kekurangan amat sangat garang menunjukkan perangainya ketika itu.

Namun, seorang Oembu Hina Kapita tidak sudi takluk. Ia memberontak melawan semua keterbelakangan itu tersebut dengan semangat yang tak pernah padam. Untuk itu, dia menempuh jalan menulis. Dalam upayanya itu ia bertemu dengan seorang antropolog asal Belanda bernama Dr Ounfley yang kemudian menjadi mitra belajarnya. Oembu Kapita yang berpendidikan SR itu kemudian berkesempatan melakukan penelitian di Belanda.

Atas upaya kerasnya itu, Oembu Hinna Kapita menghasilkan belasan buku antara lain Sumba dalam Jangkauan Zaman, Lindai, Kamus Sumba-Indonesia Belanda, Lawiti Luluku Humba Pola Peribahasa Sumba, Tata Bahasa Sumba dalam Dialek Kambera, Lii Matua. Boleh dikatakan, siapa pun yang ingin belajar tentang Sumba, tidak bisa tidak, buku-buku karyanya adalah sumber pengetahuan utama.

Oembu amat mencintai Sumba. Ia terus meneliti, menulis dan menulis tentang Sumba. Sampai detik-detik terakhir hidupnya meninggal pada tahun 2000 dan dimakamkan di Mangili, Sumba Timur ia tetap menulis. Bahkan, ia meninggalkan beberapa manuskrip yang belum sempat diterbitkan.

Atas karya-karyanya, pada tahun 1970 Umbu Hinna Kapita yang berpendidikan formal SR itu mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Leiden, Belanda. Sementara CM Djakababa MSc merupakan generasi Sumba pertama yang terjun dalam bidang entrepreneurship atau kewirausahaan. Lulusan Universitas Santo Thomas, Philipina, tahun 1970 ini mendirikan Newa Resort di Sumba dan banyak menyerap tenaga kerja lokal.

Mereka yang buta huruf pun dia pekerjakan. CM Djakababa meninggal dunia di Jakarta pada 3 Juni 2004 dan memeluk bumi di Permakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Dan, Prof Dr. Manase Malo Ndapa Tondo adalah salah satu tokoh politik yang pernah menoreh tinta emas.

Bersama beberapa temannya seperti Gregorius Seto, Erwin Pohe, dan beberapa yang lain, pada tahun 1999 mendirikan sebuah partai politik bernama Partai Demokrasi Kasih Bangsa atau PDKB. Partai ini dengan gemilang masuk Senayan dan menjadi sebuah fraksi tersendiri. Para wakilnya, termasuk Pak Manase, bersuara lantang di DPR untuk memperjuangkan kepentingan konstituen mereka.

Almarhum kemudian tersohor sebagai seorang politikus dan akademisi. Dia pernah mengabdi di Universitas Indonesia sebagai dosen dan sempat menjadi Dekan Fakultas Ilmu Sosial selama dua periode. Kiprah mereka patut dikenang dan dijadikan sumber inspirasi.

“Mereka telah melakukan yang mereka bisa. Kini saatnya mereka dihargai, bukan terutama dengan award, tapi meneladani laku hidup dan karya mereka,” sambung ketua pengarah, Mikael Umbu Zaza. Perhelatan natal bersama tahun ini juga dilengkapi pameran kain Sumba dan karya-karya intelektual putra-putri Sumba dalam bentuk berupa buku.

Donatus nador
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3614 seconds (0.1#10.140)