Protes Singapura dan jasa Usman Harun

Sabtu, 08 Februari 2014 - 05:00 WIB
Protes Singapura dan jasa Usman Harun
Protes Singapura dan jasa Usman Harun
A A A
"Apalah arti sebuah nama." Itulah ungkapan pujangga terkenal abad 16 William Shakespeare. Ungkapan itu sangat populer dan dikenal oleh orang di berbagai belahan dunia.

Entah apa maksud pujangga asal Inggris tersebut membuat ungkapan itu. Yang pasti ungkapan itu tidak berlaku bagi Pemerintah Singapura dan Indonesia. Buktinya Pemerintah Singapura langsung meradang ketika mendengar nama Usman Harun, nama yang digunakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk kapal perang jenis fregat yang baru dibeli dari Inggris.

Kenapa Singapura harus meradang ketika mendengar nama Usman Harun? Apa alasan Indonesia menggunakan nama tersebut? Kedua negara tentu memiliki
alasan tersendiri.

Usman Harun ialah nama dua anggota Korps Komando Operasi Angkatan Laut Indonesia yang berhasil menyusup ke Singapura ketika Indonesia terlibat konfrontasi
dengan Malaysia pada tahun 1965. Saat itu Singapura merupakan wilayah bagian Malaysia.

Keduanya bersama rekannya Gani diperintahkan untuk melakukan operasi khusus. Dengan keahliannya melakukan sabotase dan penyamaran, mereka mengebom
Hotel Mac Donald House yang dihuni oleh warga Inggris pada 10 Maret 1965. Insiden itu menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.

Berdasarkan beberapa sumber, aksi itu dilakukan karena Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soekarno menolak tegas rencana pembentukan Federasi Malaysia atau disebut Persekutuan Tanah Melayu. Federasi ini akan menjadi boneka Inggris yang dipercaya akan mengganggu kedaulatan Indonesia.

Usman dan Harun akhirnya ditangkap di tengah laut oleh petugas patroli Singapura pada 13 Maret 1965. Usaha pemerintah untuk melakukan diplomasi untuk membebaskan keduanya gagal. Usman dan Harun akhirnya menjalani eksekusi gantung di Singapura pada 17 Oktober 1968.

Jenazah Usman dan Harun dibawa ke Tanah Air. Saat itu Presiden Soeharto langsung menganugerahkan penghargaan kepada keduanya sebagai pahlawan nasional. Pada 20 Oktober 1968, jasad Usman dan Harun dimakamkan secara militer di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Sersan Anumerta Usman lahir di Purbalingga pada 18 Maret 1943. Dia pernah mengikuti pelatihan pendidikan militer di berbagai daerah, salah satunya di Malang.

Usman yang mempunyai nama asli Janatin memiliki berbagai keahlian terkait intelijen.
Rekannya, Kopral Anumerta Harun berasal dari Pulau Keramat Bawean, Gresik, Jawa Timur. Pemilik nama asli Tohir ini sangat mengenal daratan Singapura karena sempat bekerja sebagai pelayan di kapal dagang.

Pada tahun 1964, Harun masuk Angkatan Laut dan ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. Dia mampu berbahasa China dan Belanda yang sedikit banyak membantu tugasnya dalam melakukan operasi khusus. Nah, saat itulah dia bertemu dengan Usman dan Gani. Ketiganya kerap mendapatkan tugas bersama.

Dalam sebuah konfrontasi, perbedaan cara pandang merupakan hal wajar. Lumrah jika Pemerintah Singapura bereaksi dengan rencana penamaan kapal perang KRI Usman Harun. Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam mengatakan penamaan itu akan melukai perasaan korban peristiwa itu.

”Dampak ini akan dirasakan warga Singapura, khususnya keluarga para korban (bom),” kata juru bicara itu, seperti dikutip Straits Times, Kamis (6/2/2014).

Sah-sah saja jika Singapura protes, namun bukan berarti keberatan itu harus dipenuhi. Sebagai negara berdaulat, Indonesia juga memiliki alasan sendiri untuk menggunakan nama Usman Harun. Bahkan sejumlah kalangan mendesak agar pemerintah tidak mengindahkan protes Singapura.

Dalam kehidupan antarnegara, apalagi yang memiliki sejarah pernah berkonfrontasi. Setiap negara tentu mempunyai pandangan sendiri terkait pelaku sejarah. "Mereka (Singapura) punya sejarah bangsa. Kita juga punya. Kita harus tunjukan wibawa sebagai bangsa berdaulat," kata Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo H Kertapati, Jumat (7/2/2014).

Jika mengacu sejarah, sebenarnya Singapura tidak perlu meradang. Buktinya, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew dalam kunjungan di Jakarta pada 25 Mei 1973 memberikan karangan bunga ke makam Usman dan Harun. Kendati tidak diketahui alasan Lee melakukan hal itu.

Meski begitu, Pemerintah Indonesia harus tetap bijak menyikapi pernyataan keberatan Singapura. Bahkan bila perlu mengucapkan terima kasih. Atas protes itu, masyarakat luas pun mengetahui jasa Usman dan Harun dalam mengemban tugas negara.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3552 seconds (0.1#10.140)