Puluhan mahasiswa 6 negara komitmen cegah pemanasan global
A
A
A
Sindonews.com - Globe atau bola dunia dalam bentuk digital interaktif dihadirkan, di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI). AEON bekerja sama dengan UI, menggelar seminar bertajuk "Feel and Change The World With Your Hands".
Seminar yang memperkenalkan Tangible Earth, sebagai alat interaktif pertama di Asia Tenggara. Hal yang menarik, 84 mahasiswa dari enam negara di Asia yakni Indonesia, China, Jepang, Malaysia, Thailand dan Vietnam ikut menghadiri seminar tersebut.
Diantaranya, Universitas Indonesia, Nankai University, The University of Tokyo, Chiba University, University Malaya, Chulalongkakorn University dan Ho Chi Minh City University of Social Science and Humanities.
Tangible Earth merupakan sebuah bola dunia yang menampilkan kondisi bumi secara visual, yang dioperasikan dengan sentuhan tangan.
Tangible Earth yang berukuran 1/10 juta dari ukuran aktual bumi (1,28 meter) ini, dapat digunakan untuk mengamati bumi secara real time (dengan internet).
"Melakukan simulasi pemanasan global, dan mengamati dinamika bumi. Termasuk rute migrasi fauna di dunia, seperti paus, burung dan lainnya," ujar pencipta Tangible Earth asal Jepang Takemura Shinichi, Senin (25/11/2013).
Takemura menambahkan, alat ini dapat mendeteksi dinamika bumi dari berbagai sudut pandang, dan dapat menerima data baru selain 6 jenis data yang telah terprogram di dalamnya. Seperti simulasi pemansan global, topan, tsunami dan pergerakan burung di dunia.
Selain itu, alat tersebut juga bisa digunakan untuk zoom in ke berbagai belahan dunia, dan dapat disambungkan dengan mikrofon di lokasi tersebut untuk mendengarkan suara burung di sana.
"Kami telah memasang 1 unit Tangible Earth di AEON Mall Lake Town-Jepang, yang telah digunakan untuk berbagai kegiatan terkait penanganan masalah lingkungan dunia," katanya.
Takemura menegaskan, alat seharga 10 juta yen tersebut, bisa menjadi langkah antisipasi bagi pemerintah dan masyarakat dunia, untuk mencegah penyebaran pemanasan global.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah masing-masing negara memiliki tekad menciptakan energi terbaru dan kampanye gerakan hemat energi.
"Bisa dimulai dari hal sederhana dari toilet di rumah. Toilet yang dipakai bisa dipilih yang hemat pemakaian air. Sehingga bisa reuse, recycle atau reduce. Ini semua demi generasi kita," katanya.
"Bedakan bumi dengan bulan, dimana permukaan bumi dari angkasa lebih biru karena ada air. Cairan yang bisa menstabilkan planet kita, dan menyebabkan perbedaan temperatur di planet kita," tutupnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
Seminar yang memperkenalkan Tangible Earth, sebagai alat interaktif pertama di Asia Tenggara. Hal yang menarik, 84 mahasiswa dari enam negara di Asia yakni Indonesia, China, Jepang, Malaysia, Thailand dan Vietnam ikut menghadiri seminar tersebut.
Diantaranya, Universitas Indonesia, Nankai University, The University of Tokyo, Chiba University, University Malaya, Chulalongkakorn University dan Ho Chi Minh City University of Social Science and Humanities.
Tangible Earth merupakan sebuah bola dunia yang menampilkan kondisi bumi secara visual, yang dioperasikan dengan sentuhan tangan.
Tangible Earth yang berukuran 1/10 juta dari ukuran aktual bumi (1,28 meter) ini, dapat digunakan untuk mengamati bumi secara real time (dengan internet).
"Melakukan simulasi pemanasan global, dan mengamati dinamika bumi. Termasuk rute migrasi fauna di dunia, seperti paus, burung dan lainnya," ujar pencipta Tangible Earth asal Jepang Takemura Shinichi, Senin (25/11/2013).
Takemura menambahkan, alat ini dapat mendeteksi dinamika bumi dari berbagai sudut pandang, dan dapat menerima data baru selain 6 jenis data yang telah terprogram di dalamnya. Seperti simulasi pemansan global, topan, tsunami dan pergerakan burung di dunia.
Selain itu, alat tersebut juga bisa digunakan untuk zoom in ke berbagai belahan dunia, dan dapat disambungkan dengan mikrofon di lokasi tersebut untuk mendengarkan suara burung di sana.
"Kami telah memasang 1 unit Tangible Earth di AEON Mall Lake Town-Jepang, yang telah digunakan untuk berbagai kegiatan terkait penanganan masalah lingkungan dunia," katanya.
Takemura menegaskan, alat seharga 10 juta yen tersebut, bisa menjadi langkah antisipasi bagi pemerintah dan masyarakat dunia, untuk mencegah penyebaran pemanasan global.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah masing-masing negara memiliki tekad menciptakan energi terbaru dan kampanye gerakan hemat energi.
"Bisa dimulai dari hal sederhana dari toilet di rumah. Toilet yang dipakai bisa dipilih yang hemat pemakaian air. Sehingga bisa reuse, recycle atau reduce. Ini semua demi generasi kita," katanya.
"Bedakan bumi dengan bulan, dimana permukaan bumi dari angkasa lebih biru karena ada air. Cairan yang bisa menstabilkan planet kita, dan menyebabkan perbedaan temperatur di planet kita," tutupnya.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)