Survei LSI dan wajah politikus Indonesia

Senin, 03 Oktober 2011 - 16:22 WIB
Survei LSI dan wajah politikus Indonesia
Survei LSI dan wajah politikus Indonesia
A A A
Sindonews.com - Hasil penelitian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan, sebanyak 51,3 persen publik berpandangan politikus kita buruk. Sementara hanya 23,4 persen saja yang menilai positif terhadap politikus.

Survei tersebut menurun sebanyak 21 persen dibandingkan pada pada 2005 yang menilai kinerja kinerja politikus relatif baik 44,2 persen. Alasan penurunan ini, karena publik berpandangan para politikus lebih banyak melakukan korupsi dibanding bekerja untuk rakyat.

Apa kata politikus kita?

Sekretaris Fraksi PPP Arwani Thomafi tak mau berpandangan negatif terhadap hasil survei LSI. Menurutnya hasil survei justru harus dijadikan dorongan untuk meningkatkan kinerja para politikus.

"Bagi saya yang terpenting adalah ke depannya. Ada enggak keinginan kita untuk memperbaiki ini semua?" ucap Arwani kepada Sindonews, Senin (3/10/2011).

Perbaikan mutu politikus, menurutnya, membutuhkan kesiapan yang sungguh dari partai politik dan masyarakat. Kesiapan dari partai politik yakni meningkatkan pola kaderisasi dan sistem rekrutmen calon legislator yang lebih selektif. Di sisi lain masyarakat juga harus siap memilih calon legislator yang berkualitas dan mempunyai integritas yang kuat.

Karena, lanjut Arwani, seperti diketahui sebagian politikus saat ini lahir dari sistem suara terbanyak dalam Pemilu 2009. "Bukan dari proses panjang kaderisasi," tandasnya.

Politikus PDIP yang duduk di Komisi III Eva Kusuma Sundari juga memaklumi penilaian publik terhadap kinerja politikus di parlemen. Namun Eva berpandangan, jika penilaian publik terbentuk karena adanya konstruksi opini yang dibuat media terlebih dahulu. Sehingga publik, berdasarkan hasil survei, berpandangan negatif terhadap para politikus.

"Persepsi mereka (publik) amat tergantung dari bagaimana media mengkonstruksi opini. Jika media berstrategi, bad news is good news. Maka wajar persepsi masyarakat akan negatif," ujarnya dalam pesan kepada Sindonews.

Tetapi hal ini terjadi di seluruh belahan dunia, bahkan ketika parlemennya tidak ada kasus korupsi sekalipun. "Contoh terakhir adalah polling untuk Parlemen Australia. Masyarakat menilai negatif dengan alasan gaji politikus terlalu tinggi," tukasnya.

Tetapi yang paling konyol, lanjut Eva, adalah sikap para politikus dan para pimpinan DPR yang tidak punya sense of crisis ketika menghadapi permasalahan kinerja yang berdampak pada pencitraan lembaga yang negatif. "Harusnya ada respons berupa perbaikan atau reformasi kelembagaan DPR," tegasnya.

Untuk itu perlu pembentukan Tim Peningkat Kinerja, seperti yang pernah dilakukan DPR pada periode lalu, dan hasilnya positif. Karena sudah sepatutnya DPR pada periode ini melakukan hal yang sama.

"Jangan lalu terbangun gambaran bahwa DPR seperti disconnected dengan rakyat yang harusnya dilayani," ujarnya.

Politikus yang cukup vokal di gedung dewan ini mengaku sudah mengusulkan pembentukan Tim Peningkat Kinerja satu pekan lalu, atau bisa menunjuk Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) untuk melakukan studi perbaikan mekanisme fungsi pengawasan anggaran DPR, dan perbaikan proses penyusunan RAPBN/P agar memenuhi asas akuntabilitas.

Serta merekomendasikan transformasi proses RAPBN agar mengintegrasikan prinsip pencegahan. Sayangnya, hal ini tidak direspons oleh pimpinan DPR. Tapi Eva berjanji, memanfaatkan momen hasil survei LSI, dia akan kembali mengajukan usulannya lagi. "Minggu depan di rapat resmi BAKN," ungkapnya.

Terkait kekhawatiran hasil survei LSI menunjukkan akan berdampak pada Pemilu 2014, tak ditakuti Eva. Hasil survei itu merupakan gejala umum yang tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga dunia.

"Parlemen dan pemilu kan instrumen demokrasi. Tapi agar demokrasi lebih bermutu partai-partai politik harus di-reform, sehingga parlemennya akan membaik," ucapnya.

Bagaimana dengan golongan putih yang mungkin meningkat pada Pemilu 2014? Eva menjawab, "Partai (dan parlemen) reformasi akan bisa menghindari hal tersebut," tutupnya.

Politikus muda dari PKB Chusnunia berpendapat, hasil survei LSI belum tentu menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Tetapi, tidak ada salahnya bagi DPR untuk melakukan evaluasi.

"Artinya, soal benar tidak benar, toh itu juga bagian kecil suara rakyat. 1.000 orang yang disurvei itu kan rakyat," ucapnya kepada Sindonews.

Namun pada prinsipnya, survei LSI adalah masukan, agar DPR lebih maksimal lagi bekerja dan berkomunikasi lebih intens dengan rakyat sebagai pemberi mandatnya.

Sementara politikus dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Akbar Faizal tak mau menanggapi hasil survei ini. Legislator yang bertugas di Komisi III ini, hanya menanggapi dengan tiga kata.

"Mutiara tetaplah mutiara," tulisnya dalam pesan kepada Sindonews.

Saat diminta menjelaskan maksud dari tanggapannya, Akbar kembali mengulang jawabannya.

Sejauh ini pimpinan DPR atau partai belum memberikan tanggapannya atas penilaian buruk publik atas citra politikus. Namun apakah para politikus mau memperbaiki citranya dengan merendahkan hatinya untuk bekerja kepada rakyat, bukan untuk kantong pribadi atau partainya?

Rakyat tidak hanya menunggu jawaban dari mulut, namun juga tindakan.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7429 seconds (0.1#10.140)