Hasil survei LSI, citra politikus di titik nadir

Senin, 03 Oktober 2011 - 12:47 WIB
Hasil survei LSI, citra politikus di titik nadir
Hasil survei LSI, citra politikus di titik nadir
A A A
Sindonews.com - Sudah menjadi rahasia umum citra politikus kita di tengah masyarakat sangat buruk. Namun seolah hal itu hanya kabar burung saja, sehingga tidak ada niat baik bagi para politikus untuk memperbaiki kinerjanya.

Kini citra buruk itu dipertegas oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan hasil surveinya yang mengukur citra politikus di mata publik.

Dari hasil survei, hanya 23,4 persen saja yang menilai positif terhadap politikus. Sementara sisanya, sebanyak 51,3 persen politikus kita dinilai buruk. Sisanya 25,3 persen tidak memberikan pendapat.

Peneliti LSI Adrian Sopa di kantor LSI, Rawamangun Jakarta Timur, Minggu 2 Oktober 2011, mengatakan, survei tersebut menurun sebanyak 21 persen dibandingkan pada pada 2005 yang menilai kinerja kinerja politikus relatif baik 44,2 persen.

Responden juga menyatakan kualitas politikus saat ini lebih buruk dibandingkan politikus era Orde Baru (Orba). Hanya 12,9 persen responden yang menyatakan politikus sekarang lebih baik dari era Orba. Sedangkan 31,9 persen responden menilai politikus era Orba lebih baik dari sekarang.

Setidaknya ada tiga alasan yang menyebabkan menurunnya citra politikus di mata publik.

Alasan pertama, menurut hasil survei, yang paling mempengaruhi opini publik adalah karena banyaknya politisi yang terjaring kasus korupsi dalam enam tahun terakhir. Bahkan korupsi dilakukan secara berjamaah.

Misalnya dari politikus pusat saja, sebanyak 19 anggota dan bekas anggota DPR sudah ditahan dalam kasus cek pelawat Miranda Goeltom. Sementara di daerah sebanyak 125 kepala daerah yang menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana masalah korupsi.

Apalagi ditambah dengan adanya ketegangan antara Badan Anggaran DPR dengan KPK, terkait pemeriksaan pimpinan Banggar dalam dua kasus korupsi.

Sementara di kementerian, beberapa mantan menteri sudah dipenjara dalam enam tahun terakhir, seperti bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan bekas Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri. Kini KPK juga mulai mengusut kementerian yang dipimpin Andi Mallarangeng dan Muhaimin Iskandar.

Menurut Adrian, dalam enam tahun terakhir juga, jumlah politikus yang terjerat korupsi merupakan yang terbesar dalam sejarah Indonesia.

Alasan kedua, munculnya pemain baru dalam mafia jaringan korupsi di DPR. LSI menyimpulkan dua kasus korupsi di Kemenpora dan Kemenakertrans menunjukkan adanya oknum lintas partai yang memainkan anggaran di Banggar DPR.

"Seiring dengan menguatnya aneka partai di era Reformasi, menguat pula oknum multi partai dalam memainkan anggaran negara," kata Adrian dalam diskusi Badan Anggaran DPR dan Memburuknya Citra Politisi di Mata Publik.

Persekongkolan oknum multi partai tersebut, dilakukan secara terbuka dan melibatkan banyak tangan, yaitu oknum legislator, eksekutif dan broker. Politikus seperti tak lagi khawatir melakukan korupsi. "Mereka begitu percaya diri dan seolah terlindungi," kata Adrian.

Alasan ketiga, memburuknya citra politikus dikarenakan perkembangan media di sosial atau jejaring sosial di tanah air seperti Twitter, Facebook, dan BlackBerry Group, sebagai ajang penyebaran pemikiran kritis atas kinerja legislator. Setiap isu buruk mengenai politikus dengan cepat mendapat tanggapan dari publik, dan meluas tanpa sensor.

"Isu buruk mengenai politisi, termasuk oknum di Banggar DPR segera mendapat multiple effect yang besar sekali di media sosial," ucapnya.

Untuk itu, LSI merekomendasikan penerapan hukuman yang keras dan konsisten untuk menimbulkan efek jera bagi politikus yang menyimpang. Salah satu langkah untuk memperbaiki citra politisi yang buruk berdasarkan penilaian publik adalah penanganan hukum yang konsisten oleh KPK.

"Ditetapkan punishment yang keras dan konsisten untuk menimbulkan efek jera bagi politisi yang menyimpang," katanya.

Kemudian meminta partai politik untuk memperketat pola rekrutmen calon politikus. Termasuk mengenai pemilihan calon kepala daerah, calon anggota DPR dan DPRD, calon pimpinan politik, hingga calon presiden.

"Citra positif politisi di mata pemilih dengan hanya 23,4 persen sudah berada di titik nadir dan ini harus segera diperbaiki," lanjut Adrian.

Survei yang dilakukan LSI terkait kinerja politikus merupakan metode kuantitatif dengan metode sampling random, dan bermargin error sebesar 2,9 persen. Selain kuantitatif, penelitian ini juga dilengkapi dengan metode kualitatif, dengan partisipasi lebih dari 100 responden yang terdiri dari politikus, akademisi, dan praktisi media.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4228 seconds (0.1#10.140)