KPK-Banggar DPR kekanak-kanakan

Kamis, 29 September 2011 - 16:59 WIB
KPK-Banggar DPR kekanak-kanakan
KPK-Banggar DPR kekanak-kanakan
A A A
Sindonews.com - Setelah beberapa pimpinan Badan Anggaran DPR menolak memenuhi panggilan KPK, hari ini KPK ”membalas” penolakan tersebut dengan menolak panggilan DPR. Dua kejadian ini sungguh sangat memprihatinkan publik.

Meski kecewa dengan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah dua kali menolak undangan rapat konsultasi, pimpinan Dewan Perwakilah Rakyat (DPR) kembali melayangkan undangan ke lembaga antikorupsi itu untuk membahas polemik anggaran.

Menurut Juru Bicara Serikat Pengacara Rakyat Habiburokhman, dua institusi negara yang diharapkan memberi contoh ketaatan terhadap hukum justru mempertontonkan arogansi dan pengbangkangan terhadap mekanisme resmi kenegaraan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa baik KPK maupun Banggar DPR sama-sama bersikap kekanak-kanakan.

Penolakan pimpinan Banggar untuk memenuhi panggilan KPK tidak dapat dibenarkan karena berdasarkan Pasal 224 KUHP setiap warga negara wajib hadir jika dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa oleh penyidik atau penyelidik. Bahkan terhadap tindakan mangkir atas panggilan tersebut ada ancaman hukuman sembilan bulan penjara.

"Pimpinan DPR tidak punya satu alasanpun untuk mengabaikan panggilan penyidik KPK, karena panggilan tersebut dimaksudkan untuk membuat terang perkara-perkara penyelewengan anggaran yang sedang diselidiki, disidik dan dituntut oleh KPK," jelas dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (29/9/2011).

Sebaliknya penolakan KPK untuk menghadiri panggilan resmi DPR juga merupakan pelanggaran hukum serius. Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dalam melaksanakan tugasnya DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara.

"Pimpinan KPK tidak boleh menolak panggilan DPR dengan alasan menjaga independensi, karena status empat pimpinan Banggar adalah terperiksa. Harusnya, pimpinan KPK cerdas membedakan antara DPR secara institusi dengan individu-individu pimpinan Banggar sebagai individu," paparnya.

Habiburokhman menilai, alasan KPK tersebut sangatlah tidak masuk akal jika dibandingkan dengan fakta terjadinya rangkaian pertemua pimpinan KPK dengan Nazarudin dan kawan-kawan, beberapa waktu lalu .

Pertemuan pimpinan KPK dengan Nazarudin dilakukan di tempat tidak resmi, tanpa agenda yang jelas dan tidak terdokumentasi, sementara panggilan DPR adalah panggilan resmi di tempat yang juga resmi yang terbuka, diagendakan dengan jelas dan didokumentasikan dengan jelas.

"Adalah sangat janggal jika pimpinan KPK tidak mempermasalhkan pertemuan dengan Nazarudin yang dapat dikatakan sebagai pertemuan ”liar” di satu sisi, dan justru mempermasalahkan pertemuan dengan DPR yang jelas-jelas resmi di sisi lain," terang dia.

Perlu diingat, walau bagaimananpun DPR memiliki legal standing yang sangat kuat untuk memanggil KPK terkait permasalahan bangsa dan negara, karena masing-masing anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat pada pemilihan umum lalu.

"Kami berharap agar baik pimpinan KPK maupun pimpinan DPR tidak mempertahankan ego masing-masing dengan saling menolak panggilan satu sama lain. Harus diingat bahwa kepercayaan masyarakat kepada institusi negara kian hari-kian merosot," ungakap Habiburokhman.

Dia menambahkan, perilaku adu gengsi seperti ini hanya akan memperburuk citra kedua institusi tersebut dan akhirnya akan membuat rakyat menjadi frustasi dan berhenti berharap terjadinya perbaikan sistem kenegaraan.

"Reformasi bidang hukum dan politik hanya akan berhasil jika didukung oleh masyarakat secara meluas. Kami khawatir konflik KPK Vs DPR ini akan dimanfatkan oleh kaum koruptor untuk melindungi kejahatan mereka dan menari diatas penderitaan rakyat Indonesia," tandas Habiburokhman.

Seperti diketahui, rapat pimpinan DPR dengan beberapa lembaga negara tentang konsultasi kewenangan antar lembaga negara diputuskan akan mengundang kembali KPK.

Hal itu disampaikan oleh Ketua DPR Marzuki Alie pada rapat konsultasi yang hanya dihadiri oleh semua pipminan DPR, Kapolri Timur Pradopo, dan Kejaksaan Agung Basyrif Arief serta sembilan pimpinan Fraksi-fraksi partai politik di DPR. DPR memiliki wewenang untuk memanggil siapa pun sesuai peraturan yang ada. "Kami mengundang kembali KPK sesuai UU," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa kewenangan DPR untuk memanggil itu tidak terbatas pada aparat manapun. Bahkan kata Marzuki, pihaknya bisa memanggil kepala negara sekalipun. "Ada kewenangan DPR untuk panggil siapapun termasuk Presiden," tandas politisi Partai Demokrat itu.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso juga mempertanyakan alasan ketidakhadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat konsultasi dengan DPR hari ini. Padahal, menurut politikus Golkar ini, pihaknya telah mengundang tiga lembaga penegak hukum, namun hanya KPK yang mangkir dalam rapat tersebut. "Yang satu berhalangan atau memboikot saya tidak tahu," ujar Priyo.

Kenapa KPK tolak undangan DPR? Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, alasan utama KPK absen dari rapat adalah karena tengah melakukan penyidikan, dimana 4 anggota DPR yang juga pimpinan Banggar turut diperiksa sebagai saksi. "Latar belakang rapat ini kan erat kaitannya dengan pemanggilan orang-orang di Banggar yang kebetulan adalah pimpinan Banggar," katanya.

Sebelumnya, empat anggota pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR, yaitu Melchias Markus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey, diperiksa penyidik KPK. Keempatnya diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Namun, buntut dari pemeriksaan tersebut, Badan Anggaran (Banggar) DPR melakukan aksi protes dengan mogok membahas RAPBN 2012. Banggar lalu meminta pimpinan DPR untuk mengadakan rapat bersama KPK dan penegak hukum lainnya.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6655 seconds (0.1#10.140)