Kewaspadaan intelijen dan polisi jadi sorotan

Senin, 26 September 2011 - 11:09 WIB
Kewaspadaan intelijen dan polisi jadi sorotan
Kewaspadaan intelijen dan polisi jadi sorotan
A A A
Sindonews.com - Bom bunuh diri yang dilakukan orang tidak bertanggung jawab di Gereja Bethel Injil Sepenuh (BIS), Kepunton, Solo, kemarin, mengejutkan banyak pihak. Ini adalah bukti ketidaksiagaan aparat keamanan mengantisipasi teror terhadap masyarakat.

Kemanakah intelijen dan aparat keamanan kita? Apa yang terjadi?

Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq menjawab hal itu. Dia menilai aparat intelijen dan keamanan terlalu lemah untuk mendeteksi adanya ancaman aksi terorisme.

Sistem deteksi dini dan pencegahan yang seharusnya melekat pada keduanya ternyata tidak berjalan efektif. Aparat intelijen terkesan tidak sigap menghadapi kemungkinan adanya aksi teror.

"Padahal kasus bentrokan Ambon secara teoritik akan muncul reaksi lanjutan, meski tidak diketahui ada tidaknya keterkaitan. Tetapi seharusnya aparat terus bersiaga dan belajar dari peristiwa sebelumnya," kata dia seperti dikutip dari okezone, Senin (26/9/2011).

Hal senada juga diungkapkan Koordinator Komisi Teologi Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty. Kelemahan itu, menurut Albertus sudah terlihat dengan terjadinya sejumlah kasus kekerasan ataupun aksi teror yang terjadi.

"Kasus bom Solo ini maupun sebelumnya di Cirebon dan Ambon memperlihatkan bahwa kepolisian kita yang bobol terus," kritiknya.

Kelemahan inilah yang kemudian dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan pelemahan kerukunan antar umat beragama. "Isu agama ini yang paling mudah untuk dipicu," sebutnya.

Di sisi lain, proses doktrinisasi kekerasan masih terus terjadi. Mereka sengaja melakukan doktrinasi dengan pandangan sempit itu untuk memecah belah kesatuan masyarakat. "Namun justru masyarakat kecil yang menjadi korbannya," sesalnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah meminta aparat keamanan melakukan evaluasi atas kesiagaannya. Pasalnya, informasi mengenai ancaman teror bom telah diterima dan ke pihak kepolisian.

Presiden kecewa aksi teror bom terus terjadi di Indonesia. Menurut dia, ancaman teror masih akan berlanjut sehingga masyarakat juga harus waspada. "Kalau saya, pemerintah, pihak kepolisian, terus ingatkan ancaman terorisme ini bukan mengada-ada. Tapi didorong oleh tanggung jawab intelijen tentang ancaman ini," pungkasnya.

Presiden menginstruksikan jajaran intelijen, komando teritorial dan Polri untuk aktif melakukan pencegahan tindak kekerasan di masyarakat. "Bertindak preventif itu bukan hal represif. Saya masih ingat tindakan-tindakan yang proaktif dianggap represif, bukan (seperti itu). Semua bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.

SBY menegaskan aksi terorisme harus dicegah siapapun pelakunya. "Saya berharap penegak hukum tidak perlu takut apa yang saya sebutkan tadi. Karena kejahatan tidak terkait dengan agama dan etnis, kejahatan adalah kejahatan, terorisme adalah terorisme," tegasnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto membantah jika Badan Intelijen Negara (BIN) dan aparat kepolisian kecolongan.

"Saya tidak ingin menyatakan intelijen kecolongan karena itu dibutuhkan kewaspadaan masyarakat di samping penjagaan aparat kepolisian," katanya saat menggelar jumpa pers, Minggu 25 September 2011.

"Apa iya orang yang akan melakukan kejahatan akan kasih tahu? Itu tidak mungkin," tegasnya.

Lagipula, Djoko mengaku kesulitan melacak jaringan teroris karena saat ini koordinasinya dilakukan dengan pola komunikasi lisan. "Kalau dulu teroris mudah dilacak karena menggunakan teknologi. Sementara saat ini mereka berkomunikasi secara lisan sehingga aparat tidak bisa melacak," kata Djoko.

Kepala BIN Sutanto di tempat yang sama juga mengungkapkan pihaknya tidak merasa kecolongan informasi aksi bom bunuh diri yang membuat luka-luka sekira 20 orang jemaat gereja tersebut. "Kami kan memberikan informasi saja kepada aparat yang punya kewenangan. Teman-teman (BIN) kita kan tidak bisa bertindak di lapangan," katanya.

Walau apapun alasannya, kinerja BIN dan kepolisian telah tercoreng dengan aksi bom bunuh diri ini. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane bahkan meminta Presiden mencopot Kepala BIN, memanfaatkan momen perombakan kabinet (reshuffle) yang akan dilakukan pada Oktober nanti.

"Berkaitan dengan akan adanya reshuffle kabinet, IPW juga berharap SBY mengevaluasi kinerja Kepala BIN Sutanto dan menggantinya dengan figur baru yang profesional dalam meningkatkan kinerja dan deteksi intelijen," kata Neta dalam siaran persnya.

Mahfudz juga berharap Presiden melakukan evaluasi tersebut. "Ini harus jadi evaluasi karena pertanggungjawaban Kepala BIN Sutanto langsung ke presiden," pungkasnya.

Selain Djoko Suyanto, dan Sutanto, bom bunuh diri ini juga mencoreng wajah Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo. Prestasi menangkapi dan membunuhi para pelaku hingga gembongnya, habis sudah dengan satu bom bunuh diri.

Walau aparat berwenang membantah kecolongan, tapi hal itu sudah tak bisa terbantah lagi. Aparat sudah pasti harus mengkoreksi diri sendiri. Apakah Presiden akan memanfaatkan momen untuk merombak jajaran penjaga keamanan negeri ini? Kita lihat saja bulan Oktober ini, seperti yang dijanjikannya.

Editor: Hariyanto Kurniawan
Laporan: Fahmi Firdaus
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3534 seconds (0.1#10.140)