Perlukah situs perakit bom disterilkan?

Senin, 26 September 2011 - 11:01 WIB
Perlukah situs perakit bom disterilkan?
Perlukah situs perakit bom disterilkan?
A A A
Sindonews.com - Pelaku bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Solo, Jawa Tengah, kemarin siang, diduga Ahmad Yosef Hayat alias Malik Norman.

Pelaku merupakan salah satu dari lima buron dalam kasus pengeboman bunuh diri di masjid Kantor Polres Cirebon, pada 15 April 2011. Presiden SBY juga menyebutkan, berdasar investigasi sementara pelaku bom bunuh diri berkaitan dengan jaringan teroris di Kota Cirebon. Namun kesimpulan sementara ini masih harus diikuti dengan investigasi lebih mendalam.

Sebelum melancarkan aksinya, pelaku pada pagi harinya mampir ke warnet Solonet di Jalan Arifin. Lokasinya sekitar 200 meter di barat gereja. Apa yang dilakukan pelaku di warnet itu? Menurut penjaga warnet, Sunu, pelaku sempat membuka laman berita perjuangan Islam. Pelaku membaca beberapa artikel di antaranya tentang pembunuhan yang dilakukan Amerika di Afghanistan, dan membuka video Osama bin Laden. Namun tidak diketahui, apakah pelaku juga sempat melakukan komunikasi dengan jaringannya.

Hal ini tentu dapat ditelusuri oleh polisi dengan mengecek transaksi informasi dari komputer di Solonet. Mungkin alasan itulah, polisi juga memboyong komputer yang sempat digunakan pelaku, selain mengamankan satu tas. Sementara itu berdasarkan hasil penyelidikan sementara petugas Gegana Kepolisian Daerah Jawa Tengah, menyatakan, bom yang meledak berdaya ledak rendah (low explosive). Namun sejauh ini asal-muasal bom dan siapa yang merakitnya belum diketahui.

Ya, selama ini kelompok teroris memang kerap memamfaatkan fasilitas teknologi informasi salah satunya internet untuk propaganda gerakan, alat berkomunikasi, hingga belajar cara merakit bom. Masih ingat dengan teroris kakap Dulmatin. Dulmatin tewas dalam penggerebekan Detasemen Khusus (Densus) 88 di bilik internet lantai dua Toko Multiplus, Komplek Ruko Pamulang Square, Tangerang, Banten, Selasa 9 Maret 2010.

Kemudian, Pepi Fernando pada akhir April lalu, dicokok Densus 88 karena diduga sebabai otak teror bom buku dan bom Serpong. Dari fakta yang diungkap polisi, Pepi diketahui belajar membuat bom dari internet dan buku-buku.

Densus 88 menemukan bahan peledak saat menggeledah rumah Pepi di Komplek Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat. Barang bukti berupa satu unit granat nanas, campuran bahan peledak diameter tiga centimeter, casing bom model roket belum terisi bahan peledak, cashing bom siap jadi, lima kaleng bom termasuk satu wadah siap ledak terisi bahan peledak. Selanjutnya, dua adonan bahan peledak sudah jadi, satu unit solder, potongan pipa besi dan jam dinding.

Dari penelusuran, memang cukup banyak dan mudah mencari konten yang menyediakan simulasi membuat bom, lengkap dengan gambar-gambarnya. Misalnya di www.youtube.com, yang memperlihatkan racikan potasium ditambah air sehingga menimbulkan ledakan kecil. Sejumlah blog pribadi dan forum diskusi juga banyak menginformasikan cara membuat detonator, bom low explosive dengan bahan sulfur atau black powder.

Pakar Telematika Roy Suryo tidak memungkiri apapun memang mudah didapatkan lewat dunia maya, termasuk soal situs perakitan bom. "Yang seperti itu (situs perkaitan bom) banyak. Artinya, memang bisa mencari apa saja di internet. Tinggal memasukkan kata kunci, tinggal googling," ungkap Roy saat dihubungi okezone beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut pria berkumis yang kini terjung ke dunia politik melalui Partai Demokrat ini mengatakan, tidak bisa dipercaya apa yang didapatkan di internet. Pasalnya, banyak berita palsu juga yang tersebar di jaringan dunia maya tersebut. "Ya ada yang palsu dan ada juga yang benar. Agak susah memang mendapatkan situs-situs seperti itu," terang Roy.

Bisakah situs penyedia konten merakit bom disterilkan? Untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang berbahaya ternyata masih sulit dilakukan. Pasalnya, mesin pencari pasti akan memberikan link terkait apa yang diinginkan pengguna internet itu dan semua akan muncul. "Internet itu bisa akses apapun, soal pemblokiran itu sangat sulit. Pertama, pemblokiran keyword (pada mesin pencari) atau pemblokiran pada providernya," papar Roy.

Sebab itu, kata dia, upaya pemerintah melakukan sterisasi situs berbahaya terkait terorisme ataupun pornografi banyak mengalami kendala. "Kendalanya di teknis, nonteknis, psikologis, dan pendidikan. Cukup luas kendalanya jika pemerintah harus melakukan pemblokiran," terangnya.

Kendati demikian, beberapa pengamat teroris menyangsikan jika kemampuan teroris merakit bom hanya dari internet dan buku-buku. Pasalnya, tak mudah belajar merakit bom secara otodidak, apalagi lewat internet. Bahkan sangat riskan untuk sebuah perencanaan yang matang. "Enggak mungkin dia belajar sendiri. Pasti ada yang nge-drive, pasti ada yang ngajarin. Tinggal menunggu scintific identification-nya saja nanti," ungkap pengamat teroris dan intelijen, Wawan Purwanto.

Lain lagi dengan Al-Chaidar, pengamat teroris yang juga penulis buku 'Sepak Terjang KW9 Abu Toto Syekh AS Panji Gumilang Menyelewengkan NKA-NII Pasca SM Kartosoewirjo' Dia malah percaya bisa saja seseorang belajar merakit bom lewat internet. "Dia itu belajar sendiri," katanya.

Keberadaan internet yang dimanfaatkan jaringan teroris untuk mengefektifkan kerjanya perlu mendapat perhatian pihak berwenang. Konten-konten terlarang tersebut akan semakin membahayakan jika diakses dan disalahgunakan oleh kelompok tertentu untuk tujuan tidak baik. Pemerintah, jangan hanya gembar-gembor menutup akses pornogfrafi yang hingga kini justru tak jelas efektifitasnya.

Menkominfo Tifatul Sembiring pernah mengimbau agar masyarakat yang menemukan situs di dunia maya berbau terorisme agar segera dilaporkan. "Kalau sifatnya menghasut, laporkan saja kalau ditemukan sejauh ini kita sudah melakukan pembelokiran," ujarnya.

Situs yang mengajarkan terorisme, kata dia, biasanya dari luar negeri. "Akan tetapi cara membuat bom, nuklir itukan pengetahuan biasa. Mudah dipelajari. Misalnya, bahwa ini dicampur ini menjadi bahan peledak," terang mantan Presiden PKS itu. "Jika sifatnya menyebarkan kebencian, melakukan sesuatu yang agitasi, akan disikapi serius. "Itu kita tutup. Ada dasarnya," tandas Tifatul.

Memang menutup situs porno atapun berbau terorisme bukan pekerjaan mudah, karena melibatkan pihak-pihak lain dan harus melalui tahapan khusus. Kendati demikian, pemerintah yang memiliki otoritas dan infrastruktur penunjang dalam penanganan masalah ini, perlu melakukan berbagai pendekatan antisipatif, bukan cara-cara refresif yang jangka pendek.

Sebab, dari beberapa kasus terorisme, aktivitas pelaku diketahui berhubungan dengan jaringan internet, baik dalam berkomunikasi maupun menyebarkan paham-paham radikal yang mengusung perjuangannya. Hal ini seyogianya menjadi perhatian pemerintah dalam mencegah berkembangnya jaringan teroris.

Editor: Dadan M Ramdan
Laporan: Bagus Santosa (Okezone)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4624 seconds (0.1#10.140)