Menyoal hibah jet tempur dari AS

Jum'at, 23 September 2011 - 10:20 WIB
Menyoal hibah jet tempur dari AS
Menyoal hibah jet tempur dari AS
A A A
Sindonews.com - Hibah pesawat tempur dari Amerika Serikat untuk Indonesia sebenarnya sudah berembus sebelum Pilpres 2009. Bahkan kabarnya tidak cuma pesawat tempur, tapi temasuk kapal induk.

Tawaran hibah tersebut memang cukup menggiurkan. AS akan menghibahkan 30 jet tempur F-16C/D Fighting Falcon. F-16 Fighting Falcon adalah jet tempur multiperan yang dikembangkan oleh General Dynamics, yang kemudian diakuisisi oleh Lockheed Martin, AS. Meski pada awalnya dirancang sebagai pesawat tempur ringan, belakangan telah berevolusi menjadi pesawat multiperan yang tangguh dan amat populer.

Indonesia pernah memiliki 12 unit F-16 blok 15OCU yang terdiri atas delapan F-16A dan empat F-16B, namun Indonesia kini hanya memiliki 10 F-16 model A/B atau F-16 generasi pertama. Indonesia hendak mengembangkannya menjadi satu skuadron penuh dengan berencana membeli enam unit F-16 terbaru model C/D.

Nilai 30 jet tempur bekas itu setara dengan enam jet tempur baru. Namun demikian, TNI masih harus menunggu persetujuan DPR yang belum sepenuh "mengamini" hibah pesawat tempur tersebut. Pasalnya, sampai kini masih ada dua pertimbangan dalam menyikapi tawaran tersebut. Yakni, pembelian pesawat bekas dengan jumlah yang banyak atau jumlah sedikit untuk pesawat baru.

Dengan menerima tawaran hibah pesawat bekas, tentunya cadangan pesawat Indonesia semakin bertambah dan bermanfaat dalam mengamankan kedaulatan udara Nusantara yang begitu luas. Pesawat-pesawat bekas tersebut sebelum dioperasikan masih harus diretrofit dulu dengan biaya yang tidak sedikit.

Kemudian, meski harga 24 pesawat tempur F-16 bekas tersebut setara dengan enam pesawat baru, biaya perawatan pesawat bekas akan jauh lebih mahal. Risiko biaya perawatan pesawat bekas yang telah dipakai 10 tahun dua kali lipat daripada pesawat baru. Apalagi Amerika banyak menggunakan pesawatnya untuk operasional perang di Timur Tengah dan Afganistan. Artinya, lifetime-nya juga sudah pendek.

Menurut KSAU Marsekal Imam Sufaat, Lockheed Martin, menyatakan USD1.400 juta untuk satu skuadron atau 16 pesawat. Tapi kalau dengan sparepart dan pelatihan nilainya menjadi USD1.600 juta. Dengan demikian, nilai satu pesawat tempur tersebut adalah USD100 juta, maka jika dibandingkan dengan biaya retrofit atau pemutakhiran 30 pesawat hibah tersebut yang hanya menelan biaya total USD430 juta.

Keuntungan kedua, proses retrofit bisa lebih cepat dari pada memesan pesawat baru. Jika retrofit dilakukan sekarang, maka tahun 2014 sudah siap satu skadron. Sementara untuk memesan dan merakit pesawat baru diperkirakan bisa memakan waktu hingga lima tahun.

Hibah dari AS ini juga bukan tanpa kekhawatiran. Seperti pengalaman sebelumnya, ketika terjadi masalah pelanggaran HAM, Indonesia terkena sanksi embargo persenjataan dari AS. Akibatnya, pesawat-pesawat TNI AU produksi AS harus melakukan kanibal suku
cadang (berburu di pasar gelap) untuk tetap bisa beroperasi. Akibat kanibalisme suku cadang ini justru memperburuk kinerja pesawat.

Editor: Dadan M Ramdan
Laporan: -
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5708 seconds (0.1#10.140)