Sulitnya memoderenisasi alutsista RI

Senin, 19 September 2011 - 13:49 WIB
Sulitnya memoderenisasi alutsista RI
Sulitnya memoderenisasi alutsista RI
A A A
Sindonews.com - Pemerintah hingga kini terus mencari cara untuk untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Karena, permasalahan utama pengadaan alat pertahanan negara Indonesia adalah anggaran, sementara alokasi anggaran sangat terbatas, maka memaksimalkan industri pertahanan lokal akan terus dilakukan.

Memaksimalkan industri lokal akan terus dilakukan oleh pemerintah. Namun untuk alutsista yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, pemerintah memiliki cara lain. Yakni mengajukan kredit ekspor.

"Setiap angkatan butuh modernisasi, angkatan darat alatnya tua-tua. Kita juga akan mengadakan minimum battle tank. Kita belum bisa buat. Oleh karena itu kita berupaya untuk disetujuinya kredit ekspor," kata Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (19/9/2011).

Selain battle tank, TNI Angkatan Laut membutuhkan helikopter jenis AKS yang hanya bisa dibeli dari luar negeri. Sementara kebutuhan kapal tempur fregat, sudah bisa ditutupi oleh industri pertahanan dalam negeri.

Panglima menegaskan, pihaknya terus memprioritaskan pembelian alutsista dari dalam negeri, dan produksi bersama.Sementara untuk jenis alutsista yang tidak bisa diproduksi, pemerintah akan membelinya dari luar negeri. Dengan anggaran yang terbatas, Panglima akan mengajukannya dengan cara kredit ekspor.

Sayangnya, pengadaaan alutsista dengan cara kredit ekspor juga bukanlah cara yang mudah. Untuk di Amerika Serikat, pada dasarnya pemerintah Indonesia sebenarnya tidak mendapat persoalan. Karena produsen persenjataan di AS menyediakan fasilitas kredit foreign military financing. Namun jika melulu bergantung pada pembelian alutsista kepada produsen di AS akan menjadi bumerang untuk Indonesia. Seperti embargo senjata yang pernah dilakukan AS kepada Indonesia dari 1999 hingga 2005.

Sehingga pemerintah memang harus mencari alternatif lain untuk membeli alutsista. Seperti menggunakan cara kredit ekspor ke negara-negara Eropa. Sayangnya, pengajuan kredit ekspor ini tidaklah mudah. Permasalahannya, tidak mudah mencari pemberi kredit dari luar negeri. Jika ada, pemberi kredit terikat dengan perjanjian perusahaan. Akibatnya pemerintah tidak leluasa menentukan pilihan alutsista yang akan dibeli.

Persoalan lain juga ada. Bank di luar negeri hanya sedikit yang mau memberi fasilitas kredit ekspor untuk alusista. Karena, seperti bank di Eropa yang tergabung dalam Forum Kerja Sama untuk Ekonomi dan Pembangunan (EOCD), kredit ekspor hanya diperbolehkan untuk proyek produksi non persenjataan.

Kendala lain, prosedur pengurusan kredit ekspor yang cukup panjang, membuat waktu pembelian senjata jadi tidak sesuai dengan jadwal. Prosedur yang panjang ini, mulai dari Mabes TNI, persetujuan dari Menteri Keuangan dan Bank Indonesia. Setidaknya waktu pengurusan pengajuan kredit ekspor ini bisa mencapai tiga tahun.

Pengajuan persetujuan kredit ekspor akan membutuhkan waktu yang lama saat berhadapan dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Pasalnya Kementerian Keuangan, pada saat dipimpin oleh Sri Mulyani, berpandangan terdapat kerugian tersembunyi dalam pengadaan kredit ekspor ini. Yakni, jangka waktunya relatif pendek mengakibatkan bunga yang harus dibayar relatif tinggi.

Kendala lainnya, realisasi anggaran yang tidak bisa cepat. Karena realisasi anggaran alutsista memerlukan persetujuan DPR, yang mungkin juga bisa bertahun-tahun. Sehingga ketika anggaran kredit ekspor terealisasi, teknologi alutsista mungkin sudah ketinggalan jaman.

Jika kendala seperti ini tidak bisa ditangani, bisa jadi Indonesia bak macan Asia yang ompong karena tidak memiliki persenjataan untuk menjaga wilayah negaranya.

Editor: H Kurniawan
Laporan: K Yudha Wirakusuma
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5647 seconds (0.1#10.140)