Tahan Urusan Perut Patuhi Aturan

Kamis, 09 April 2020 - 06:10 WIB
Tahan Urusan Perut Patuhi Aturan
Tahan Urusan Perut Patuhi Aturan
A A A
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) resmi akan diberlakukan di Ibu Kota. Dengan disetujuinya penerapan status PSBB ini, maka berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 9/2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka penanganan virus korona (Covid-19), ada tujuh kegiatan yang dilarang dilakukan di Ibu Kota.

Di antaranya dilarang melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kemudian, perusahaan atau instansi dilarang mempekerjakan pegawainya di kantor atau dengan jumlah pekerja normal. Diganti dengan bekerja di rumah atau pembatasan jumlah pekerja, kecuali instansi dan bidang tertentu.

Tempat ibadah dilarang dibuka untuk umum, diganti dengan beribadah di rumah. Fasilitas umum dilarang dibuka untuk umum, kecuali di tempat-tempat yang telah ditentukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Kegiatan sosial budaya yang melibatkan orang banyak dan kerumunan, seperti pertemuan atau perkumpulan politik, olahraga, hiburan, akademik, dan budaya, juga dilarang.

Moda transportasi publik harus membatasi jumlah penumpang dan dilarang mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh. Dilarang dilakukan kegiatan yang berkaitan dengan aspek pertahanan dan keamanan (hankam), kecuali kegiatan operasi militer atau kepolisian sebagai unsur utama dan pendukung.

Langkah tersebut dilakukan untuk menghentikan penularan virus korona yang semakin mengkhawatirkan. PSBB harus dimaknai sebagai upaya membatasi mobilitas sosial untuk melindungi masyarakat dari penularan Covid-19.

Memang, ada kerugian yang harus ditanggung masyarakat juga dunia usaha atas kebijakan tersebut. Namun, hal itu tentunya hanya jangka pendek. Sebab, apabila tidak dilakukan tindakan apa pun, maka persebaran virus korona semakin tidak terkendali.

Banyak pihak masih mempersoalkan urusan perut. Seolah urusan pemenuhan kebutuhan perut adalah segalanya dalam kehidupan. Masih banyak golongan masyarakat yang tidak peduli dengan kehidupan orang lain. Dengan dalih jika tidak bekerja tidak makan, maka golongan masyarakat yang bermental seperti ini cenderung abai terhadap bahaya yang mengancam yang bisa menghadirkan malapetaka bagi orang lain. Padahal, masih banyak masyarakat lainnya yang juga memiliki nasib yang sama. Bahkan, para pekerja mal, pabrik, ritel yang dirumahkan dan dipastikan tidak mendapatkan penghasilan selama kebijakan pembatasan sosial itu diterapkan, tak terlalu mengeluhkan kondisi yang dialaminya. Yang penting, bagi mereka, masih bisa hidup, bukan sekadar hidup untuk makan.

Di tengah wabah mematikan yang belum jelas kapan berakhirnya ini, dibutuhkan jiwa-jiwa yang memiliki akal dan pikiran serta komitmen kuat untuk bersama-sama menghadapi masalah yang terjadi. Terutama dalam rangka memutus mata rantai persebaran dan penularan virus mematikan itu.

Langkah pusat perbelanjaan, industri manufaktur, industri ritel, yang menghentikan kegiatan bisnisnya untuk sementara waktu patut mendapat apresiasi. Meskipun dihantam ketidakberuntungan secara bertubi-tubi, kalangan industri ini memiliki komitmen yang kuat untuk membantu pemerintah dalam memutus rantai persebaran virus yang pertama kali menyebar di Wuhan, China itu.

Seharusnya, pembatasan sosial berskala besar itu tak perlu ditanggapi dengan kekhawatiran yang berlebihan. Apalagi sekadar kekhawatiran tak bisa makan. Sebab, pemerintah daerah memberikan bantuan untuk memenuhi sebagian kebutuhan hidup masyarakat.

Ambil contoh Pemprov DKI Jakarta menyiapkan Rp3,1 triliun untuk membantu warganya. Juga Pemkot Bogor yang menyiapkan dana Rp344 miliar. Sementara Pemprov Jawa Tengah menyiapkan anggaran Rp1,4 triliun. Pemkot Padang menyiapkan dana Rp599 miliar. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota lainnya tentu sudah menyiapkan anggaran serupa, meskipun besarannya tak sama. Disesuaikan dengan kondisi masyarakat di daerah masing-masing.

Dibutuhkan kerja sama, kesadaran diri masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam memutus rantai persebaran virus tersebut. Kurangi dulu berpikir urusan perut, saatnya melatih diri untuk bersabar dan tawakal menghadapi ujian dari Yang Maha Kuasa. Apalagi dua pekan lagi memasuki bulan suci Ramadan, bulan penuh berkah dan ampunan. Bulan di mana manusia menahan lapar dan dahaga untuk berfokus beribadah kepada penciptanya. Anggap saja pembatasan sosial berskala besar saat ini sebagai ajang latihan untuk mengistirahatkan sejenak jiwa dan pikiran dari sekadar urusan perut semata dalam rangka menyongsong bulan penuh kemuliaan.

Karena itu, yang perlu dilakukan oleh masyarakat adalah mematuhi segala peraturan dalam rangka PSBB di daerah masing-masing. Apalagi, jumlah kasus positif setiap hari terus bertambah. Rata-rata mencapai 200 kasus per hari. Data per 8 April 2020 pukul 12.00 WIB misalnya, kasus positif virus korona bertambah menjadi 2.956 kasus, artinya ada tambahan kasus baru sebanyak 218 orang. Sebanyak 240 orang meninggal dan 222 orang sembuh. Jika angka penambahan kasus positif tersebut konstan, maka dalam 30 hari ke depan akan ada tambahan 6.000 kasus positif baru. Tentu ini mengkhawatirkan dan masyarakat sudah pasti tidak menginginkan hal itu terjadi.
(zil)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3634 seconds (0.1#10.140)