Media Harus Menjadi Penjernih Lawan Hoaks Corona

Rabu, 01 April 2020 - 22:17 WIB
Media Harus Menjadi Penjernih Lawan Hoaks Corona
Media Harus Menjadi Penjernih Lawan Hoaks Corona
A A A
JAKARTA - Media harus menjadi sumber informasi terpercaya bagi masyarakat, terutama menyikapi banyaknya hoaks atau berita bohong di tengah mewabahnya virus Corona (COVID-19).

Berbagai pihak juga harus terbuka dalam memberikan data dan informasi yang benar, bukan data-data yang tidak valid dan terkesan disembunyikan.

“Media harus menjadi semacam clearing house (rumah penjernih) ketika ada informasi-informasi yang membuat orang panik, membuat orang kemudian melakukan aksi panic buying dan lainnya. Di sini peran media, terutama media mainstream, media cetak, televisi dan juga online yang kredibel harus menjelaskan duduk perkaranya seperti apa,” tutur mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo di Jakarta, Rabu (1/4/2020).

Menurut dia, sebenarnya media bisa didorong untuk menyampaikan informasi yang positif kepada masyarakat asal pemerintah terbuka dalam membekan informasi.

Sejauh ini, Yosep menilai ada kesan informasi tentang virus Corona agak tertutup dan hirarkinya berjenjang dari bawah ke atas yang prosesnya lama sekali.

Hal itu dikatakannya berbeda dengan sistem tranparansi yang diterapkan di Singapura. Setiap yang dinyatakan positif covid-19 itu diumumkan kepada publik.

Dengan begitu, lanjut dia, setiap orang yang merasa pernah kontak dengan pasien positif Corona langsug datang ke rumah sakit melakukan pengecekan diri.

Yosep meyayangkan hal tersebut tidak dilakukan di Indonesia. Contohnya saat menyebut suspect 1 atau 2 pada kali pertama diumumkan di Indonesia. Alhasil publik tidak tahu dia siapa, tinggalnya di mana dan pernah berpergian ke mana saja sehingga membuat masyarakat was-was.

“Sistem pengelolaan informasi seperti ini ada untung ruginya. Tetapi kalau identifikasi terhadap suspect-nya itu ditutup yang terjadi adalah munculnya hoaks, kepanikan dan seterusnya. Tapi kalau informasinya dibuka, kemudian kesempatan untuk rapid test itu dibuka seluas-luasnya, orang tentu akan lebih tenang,” tuturnya.

Menurut dia, hoaks harus dibantah dengan menanyai sumber-sumber resmi seperti pemerintah dan pihak terkait. Sejauh ini hoaks terkait covid-19 ini sudah sangat banyak.

Kominfo telah mencatat 385 hoaks terkait Corona dan sudah di-take down. Seperti yang terjadi pada kasus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kemarin yang merasa pernyataannya dipelintir oleh media.

“Saya sendiri tidak tahu apakah di internal IDI yang pecah atau memang media memelintir pernyataannya. Saya lihat di medsos juga ada peryataan dari IDI yang menyatakan mogok tersebut. Kalau media memelintir harusnya IDI melapor ke Dewan Pers, sehingga Dewan Pers bisa memanggil media-media yang dianggap memilintir,” terangnya.

Dia mengatakan, media juga bisa digunakan untuk mengedukasi masyarakat terkait kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi Corona ini.

“Cuma memang kebijakan seperti social distancing juga terkait dengan ketersediaan seperti Sembako dan kebutuhan masyarakat lainnya. Ada juga kebutuhan ekonomi misalnya ojek online yang tidak mungkin menerapkan social distancing karena penumpang dengan ojol-nya kan bersebelahan. Ada masalah ekonomi, dimensi logistik disitu, ada macam-macam termasuk sarana transportasi yang perlu juga dipikirkan,” tutur Yosep.

Menurut dia, penanganan COVID-19 juga harus melibatkan unsur masyarakat. "Jangan seolah-olah perang terhadap COVID-19 urusan pemerintah saja. Ini urusan publik. Partisipasi masyarakat harus dibuka, media harus diberi kesempatan untuk memberikan pengawasan dan peringatan-peringatan kepada publik,” tutur Yosep.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9495 seconds (0.1#10.140)