Program Merdeka Belajar, Sekolah dan Guru Bebas Menilai Murid

Selasa, 24 Desember 2019 - 05:43 WIB
Program Merdeka Belajar, Sekolah dan Guru Bebas Menilai Murid
Program Merdeka Belajar, Sekolah dan Guru Bebas Menilai Murid
A A A
JAKARTA - Para sekolah dan guru harus bersiap-siap meningkatkan kapasitasnya. Pasalnya, tahun depan mereka diberikan kebebasan penuh untuk memberikan penilaian kepada murid.

Mereka juga tidak harus memberikan penilaian berdasar ujian tertulis semata seperti selama ini dilakukan lewat hasil Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), tapi bisa menilai siswa melalui project, hasil karya atau bentuk lain.

Perubahan kewenangan yang diberikan kepada sekolah dan guru serta parameter penilaian siswa lebih variatif disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim merupakan amanah UU Sisdikna dan sebagai bagian dari impelentasi program Merdeka Belajar.

Kebijakan Kemendikbud ini mendapat respons Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo. Adapun Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengingatkan agar para guru meningkatkan agar sasaran yang dikehendaki dari program ini bisa berjalan maksimal.

"Formatnya itu tak hanya tes tertulis. Suatu penilaian bisa penilaian projek akhir tahun, bisa penilaian esai, karya tulis, bisa penilaian dia melakukan projek, ataupun portfolio dan lain-lain,'' ujar Nadiem, di kantor Kemendikbud Jakarta, kemarin.

Nadiem menjelaskan, kelulusan siswa sejatinya adalah hak prerogatifnya sekolah karena proses pembelajaran sendiri diselenggarakan sekolah. Jika dilakukan standarisasi soal, maka tidak ada kedaulatan sekolah yang terwujud.

Namun dia mengakui masih banyak guru yang belum bisa menerapkan kebijakan tersebut. Karena itu, Kemendikbud masih memberikan kebebasan bagi guru yang belum siap membuat soal ujian sendiri menggunakan materi yang sudah tersedia sebelumnya.

"Ini bukan pemaksaan terhadap harus bikin versi baru. Bukan. Tidak apa jika dia mau bantuan minta bantuan dari dinas soalnya seperti apa. Bahkan mendaur ulang soal-soal dari USBN jika memang belum siap tidak ada masalah. Sama saja dengan tahun sebelumnya itu tidak apa-apa," kata Nadiem.

Bos Gojek ini lantas menandaskan, meski masih ada kelonggaran, namun ada hal yang berubah. Yakni mulai tahun 2020 itu tidak ada lagi pemaksaan ujian sekolah memakai standar pemerintah. Dikatakan, bagi sekolah yang sudah ingin maju, jika ada guru penggerak yang ingin mengevaluasi dengan cara yang lebih baik, mendalam ataupun holistik diperbolehkan.

"Yang dihilangkan adalah pemaksaan dari pusat maupun dari dinas harus pakai soal ini loh, tahun ini gunakan soal ini, udah ngga ada lagi," terangnya.

Menteri lulusan Harvard ini lebih menjelaskan, Kemendikbud pun akan mencari sekolah-sekolah penggerak yang sebenarnya sudah lama ingin melakukan evaluasi penilaian dengan cara yang lebih holistik. Sehingga nanti bisa dilihat oleh guru lain dengan melihat contoh sehingga bisa memahami.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, selama ini pelaksanaan USBN memang menjadi otonomi sekolah. Nilai USBN bukan satu-satunya parameter penentu kelulusan. Menurut dia, kelulusan ditentikan akumulasi nilai rapor ditambah capaian portofolio peserta didik selama sekolah, plus nilai sikap.

"Semangat yang terkandung di dalam UU Sisdiknas, bahwa sekolahlah yang menentukan kelulusan siswa. Mas Nadiem mengingatkan kembali publik tentang otonomi sekolah dalam USBN, ini adalah langkah yang tepat," kata Heru.

Adapun Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengingatkan, penyerahan pelaksanaan USBN ke pihak sekolah juga harus diikuti kesiapan dari pihak sekolah, termasuk dalam materi pembelajaran.

Pengalokasian anggaran USBN untuk mengembangkan dan meningkatkan kapasitas guru juga perlu perumusan yang jelas mengenai kegiatan pelatihan seperti apa yang mau diberikan kepada para guru. Pasalnya, program pelatihan guru yang dilakukan oleh pemerintah selama ini juga belum memengaruhi kualitas pembelajaran secara langsung.

“Sekolah dan guru harus memiliki kesiapan untuk melaksanakan USBN. Penilaian kompetensi siswa juga sebaiknya disesuaikan menjadi difokuskan pada tugas-tugas seperti karya tulis dan lain-lain, yang mendorong siswa untuk bisa memahami konsep dengan baik dan menumbuhkan pemikiran yang kritis,” terang Nadia.

Seperti diketahui, Nadiem mengeluarkan model kebijakan baru Merdeka Belajar saat Rakor dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten Kota di Jakarta. Perubahan USBN termasuk salah satu dari empat kebijakan baru itu. Tahun 2020 USBN akan diganti dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah.

Ujian untuk menilai komperensi siswa dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lain yang komprehensif. Guru dan sekolah pun akan lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemendikbud Totok Suprayitno sebelumnya memaparkan, untuk melatih guru agar bisa membuat soal sendiri, maka Kemendikbud memfasilitasi pengembangan guru ini dengan membuat pelatihan. Bisa dengan membuat forum diantara guru untuk mendiskusikan apa alat tes yang tepat sehingga ada proses belajar antara masing-masing guru.

"Menggunakan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) boleh. Guru berupaya untuk belajar. Ini saatnya guru yang belum bisa membuat soal ya harus belajar membuat soal," ucapnya. (Neneng Zubaedah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6713 seconds (0.1#10.140)