Mengungkap Filosofi Gedung Merah Putih KPK

Senin, 20 Februari 2017 - 09:48 WIB
Mengungkap Filosofi Gedung Merah Putih KPK
Mengungkap Filosofi Gedung Merah Putih KPK
A A A
JAKARTA - Setiap orang yang melintasi Jalan Kuningan, Jakarta Selatan tentu pernah melihat gedung tinggi berwarna hitam, putih dan merah. Gedung itu beralamat di Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Kuningan, Jakarta Selatan.

Bangunan tersebut dinamakan Gedung Merah Putih. Tidak sulit membedakan gedung tersebut dibandingkan gedung-gedung di sekitarnya. Warna gedung terbagi dua bagian, merah dan putih sangat mudah dikenali.

Sejak 6 Februari 2017, gedung yang memiliki 16 lantai itu telah digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gedung tersebut berdiri di atas lahan seluas 39.629 meter persegi yang dibangun sejak tahun 2013 dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Desember 2015 bersamaan dengan perayaan ulang tahun ke-12 KPK.

Gedung ini sekitar 500 meter dari gedung lama yang terletak di Jalan HR Rasuna Said Kavling C1.Gedung tersebut terbagi dua bagian, gedung utama yang terdiri atas 16 lantai dan gedung penunjang.

Di gedung penunjang ada auditorium di lantai 2, masjid lantai 3, dan rumah tahanan berkapasitas 32 tahanan di lantai 1.

Keberadaan Gedung Merah Putih KPK tak bisa dilepaskan dari tiga semangat atau filosofi. Keagamaan, kebangsaan, dan perjuangan masyarakat.

Hal itu diakui Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang, Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dan Kepala Unit Pengelola Gedung KPK Sri Sembodo Adi sebelum, saat, dan setelah tur Gedung Merah Putih KPK, Minggu 19 Februari 2017.

Di bagian kiri teman depan Gedung Merah Putih KPK terdapat pohon bodhi (ficus religiosa). Saut mengungkapkan pernah ditanya pimpinan yayasan keagamaan yang dipimpin oleh beragama Buddha mengenai pohon tersebut.

Dia pun menjelaskan dari sisi sejarah, pohon bodhi dikenal sebagai tempat Buddha Gautama bersemedi dan mendapat pencerahan. Mendengar penjelasan Saut,k etua yayasan mengakui filosofi tersebut cukup mendalam.

"Saya bilang ke Febri, ke depan kita tanam Cemara (reprentasi Natal umar Kristiani), kurma (representasi sebagian besar di Timur Tengah dan Arab Saudi sebagai wilayah asal agama Islam) juga di situ misalnya. Terus di situ (di taman depan) daerah terlarang enggak boleh diinjak. Pohon bodhi itu memang permintaan Pak Ruki (Taufiequrachman Ruki) waktu masih Plt (pelaksana tugas)," ujar Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (19/2/2017).

Dia menuturkan, keberadaan pohon bodhi di taman depan Gedung Merah Putih KPK sebenarnya bukan untuk merepresentasikan KPK cenderung pada satu agama.

Di dalam gedung terdapat juga ruang ibadah bagi umat Islam seperti musala di setiap lantai gedung utama dan masjid berukuran sedang yang berada di gedung penunjang.

Bahkan, KPK memfasilitasi ibadah umat Nasrani seperti dalam perayaan hari-hari besar untuk menggunakan ruangan besar di gedung utama. Pasalnya ruang auditorium di gedung penunjang belum rampung. "Gedung ini penuh dengan filosofi, penuh dengan ideologi," papar Saut.

Ideologi yang dimaksud Saut bisa dilihat dari lima tiang penyangga gedung yang berada tepat di selasar. Lima tiang tersebut, tutur Saut, memang merepresentasikan lima sila dalam Pancasila.

Ketika memasuki gedung, semua orang bisa menyaksikan lambang burung garuda berukuran besar, hampir seperempat ukuran tinggi lantai dasar. "Itu pengingat bahwa ideologi yang kita bangun adalah Pancasila, kebangsaan. Gedung ini milik rakyat," bebernya.

Dia membeberkan, representasi milik rakyat itu juga bisa dilihat dari bagian depan gedung yang sengaja dibuat terbuka.

Selain itu untuk mengikuti standar pembangunan gedung di DKI Jakarta,KPK juga akan memfasilitasi adanya warung-warung kaki lima di samping kiri gedung penunjang atau berbatasan dengan dinding rutan.

"Makanya saya sudah minta ke Febri, yang orang pernah nyumbang (untuk pembangunan gedung baru) Rp1.000 atau Rp1.500 pernah nyumbang, jadi uang itu tidak dinilai besar kecilnya. Ketika orang mulai nyumbang itu men-triger banyak hal. Oleh karena itu saya menyampaikan ke Febri agar menginventarisir siapa saja yang menyumbang, agar kita undang ke sini. Mereka bagian dari sejarah gedung ini," tandas Saut.

Febri Diansyah mengatakan publik, termasuk pegawai KPK harus mengingat keberadaan Gedung Merah Putih KPK adalah hasil perjuangan masyarakat Indonesia.

Tidak hanya yang berdomisili di Indonesia, tapi juga warga Indonesia yang berdomisili di luar negeri. Sekitar beberapa tahun yang lalu atau sekitar 2012 ada gerakan Koin Gedung KPK untuk pembangunan gedung baru menjadi langkah nyata kepedulian dan perjuangan masyarakat bersama KPK.

Pada saat itu KPK di bawah kepemimpinan Abraham Samad sempat terseok-seok mengupayakan gedung baru KPK. Saat itu anggaran pembangunan gedung barumendapat tanda bintang di DPR.

Kondisi tersebut mendorong semua elemen rakyat dari berbagai profesi mengumpulkan uang hingga akhirnya tercatat mencapai sekitar Rp403 juta dan disetorkan ke Kementerian Keuangan.

Mulai dari pengamen, tukang ojek, tukang sapu, pelajar, hingga pejabat menyumbangkan uang. Koin itu mulai dari nilai Rp500 dan ada juga lembaran Rp5.000 yang lusuh. Akibat gerakan masyarakat itu, DPR dan pemerintah akhirnya mencabut tanda bintang anggaran gedung baru.

"Saat itu anggarannya belum jelas dan pembangunannya. Hari ini kita sudah duduk bersama di sini. Ini pengingat bagi kita semua ketika melakukan tur singkat bahwa gedung ini dan sekian ratus pegawai KPK yang menghuni dan mulai berkantor tidak mungkin akan berkantor kalau tidak ada dukungan dan komitmen masyarakat. Semangat itu kami pegang juga, KPK bekerja untuk memenuhi harapan masyarakat secara luas," tutur Febri.

Kepala Unit Pengelola Gedung KPK ‎Sri Sembodo Adi menjelaskan warna merah putih sengaja dipilih KP. Menurut dia, warna merah dan putih diambil dari bendera negara. Kedua warna tersebut sebagai langkah integrasi penindakan dan pencegahan yang dilakukan KPK.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5014 seconds (0.1#10.140)