Tiga Juta Guru Akan Diuji Ulang
A
A
A
JAKARTA - Tahun ini pemerintah akan menguji kompetensi tiga juta guru se- Indonesia. Sebanyak 1,6 juta guru yang sudah diuji bahkan akan diuji kembali agar ada potret kompetensi guru.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Suraprnata mengatakan, uji kompetensi ini lantaran para guru yang sudah ikut ujian hasilnya kurang memuaskan. ”Ujiannya akan dilakukan di 26.000 kelompok kerja guru (KKG),” katanya di Kantor Kemendikbud kemarin.
Berdasarkan data Kemendikbud, hasil UKG yang sebelumnya didapat dari 1,6 juta guru dibagi 10kelompok. Kelompok pertama dengan nilai UKG 0-10 ada 1.875 guru, kelompok dua 10.1- 20ada7,652, 20,1-30(124,925), 30,1-40 (405,369), 40,1-50 (495,524), 50,1-60 (356,557), 60,1-70 (167,697), 70,1- 80(46,007, 80,1-90 (5,453), dan 90,1-100 ada 192 guru.
Jumlah guru sementara saat ini sekitar 3,015,315 orang. Terdiri atas guru status PNS ada 1,677,365, guru tetap yayasan (GTY) 523,471, guru tidak tetap (GTT) 717,257, guru honor daerah (91,963), dan guru bantu ada 5,259 guru. Pranata mengatakan, uji kompetensi ini dilakukan karena pemerintah ingin mempunyai data kompetensi guru secara keseluruhan.
Perolehan nilai dari uji kompetensi yang akan dilakukan menjelang akhir tahun ini juga akan dibagi per 10 kelompok. Dari perolehan nilai itu, pembinaan akan dilakukan. ”Sebut saja UKG ini sebagai tes diagnostik. Dari tes itu kita bisa tahu apa penyakitnya dan apa obat yang mesti kita berikan. Jika ada guru yang sakit kepala, kita beri obat sakit kepala. Jika ada yang sakit lebih parah, penanganannya akan lebih dalam lagi,” katanya.
Menurut dia, Kemendikbud akan mempersiapkan 1.900 modul terstandar sebagai obat bagi pembinaan guru. Modul ini akan didigitalisasi dan di-upload di laman Ditjen GTK. Namun, modul tersebut juga akan disebar melalui VCD dan dicetak sebanyak mungkin agar kompetensi guru dapat diperbaiki.
Pranata mengungkapkan, UKG ini harus dilakukan karena ada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) rata-rata kompetensi guru pada 2019 mencapai angka 8.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, berbagai proses yang sudah dilakukan, termasuk sertifikasi dan peningkatan kualifikasi, dipandang belum mampu meningkatkan kompetensi guru. Dia bahkan mengakui UKG pun menunjukkan hasil yang belum memuaskan.
Menurutnya, pengelolaan guru yang sentralistik jika tidak ditata dengan baik akan terbebani upaya peningkatan kualitas yang sangat berat. Sebab itu, regulasi perlu ditata agar tidak tumpang tindih. Penilaian kinerja guru yang dilakukan seharusnya berbasis pembinaan dan bukan sanksi. Selain itu, pendidikan dan pelatihan berbasis mutu juga harus diikuti oleh semua guru dan tidak berbasis proyek.
Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan, kebijakan pemerintah untuk memotret kualifikasi guru dengan UKG bukanlah jaminan untuk meningkatkan kompetensi guru. Kualifikasi 3 juta guru saja berbeda yakni masih ada guru yang sudah mengajar 30 tahun, namun hanya tamat SMP dan ada guru yang mengajar tiga tahun, tetapi bergelar sarjana. ”Jika memang ada UKG, sebaiknya dilaksanakan bersamaan dengan uji sertifikasi guru karena ada keterkaitan satu sama lain,” sebutnya.
Politikus PPP ini menerangkan, penerapan UKG ini akhirnya akan ditetapkan standar minimal dan maksimal. Reni mempertanyakan bagaimana dengan guru yang memperoleh nilai minimal dan apa tindakan yang dilakukan pemerintah.
Neneng zubaidah
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Suraprnata mengatakan, uji kompetensi ini lantaran para guru yang sudah ikut ujian hasilnya kurang memuaskan. ”Ujiannya akan dilakukan di 26.000 kelompok kerja guru (KKG),” katanya di Kantor Kemendikbud kemarin.
Berdasarkan data Kemendikbud, hasil UKG yang sebelumnya didapat dari 1,6 juta guru dibagi 10kelompok. Kelompok pertama dengan nilai UKG 0-10 ada 1.875 guru, kelompok dua 10.1- 20ada7,652, 20,1-30(124,925), 30,1-40 (405,369), 40,1-50 (495,524), 50,1-60 (356,557), 60,1-70 (167,697), 70,1- 80(46,007, 80,1-90 (5,453), dan 90,1-100 ada 192 guru.
Jumlah guru sementara saat ini sekitar 3,015,315 orang. Terdiri atas guru status PNS ada 1,677,365, guru tetap yayasan (GTY) 523,471, guru tidak tetap (GTT) 717,257, guru honor daerah (91,963), dan guru bantu ada 5,259 guru. Pranata mengatakan, uji kompetensi ini dilakukan karena pemerintah ingin mempunyai data kompetensi guru secara keseluruhan.
Perolehan nilai dari uji kompetensi yang akan dilakukan menjelang akhir tahun ini juga akan dibagi per 10 kelompok. Dari perolehan nilai itu, pembinaan akan dilakukan. ”Sebut saja UKG ini sebagai tes diagnostik. Dari tes itu kita bisa tahu apa penyakitnya dan apa obat yang mesti kita berikan. Jika ada guru yang sakit kepala, kita beri obat sakit kepala. Jika ada yang sakit lebih parah, penanganannya akan lebih dalam lagi,” katanya.
Menurut dia, Kemendikbud akan mempersiapkan 1.900 modul terstandar sebagai obat bagi pembinaan guru. Modul ini akan didigitalisasi dan di-upload di laman Ditjen GTK. Namun, modul tersebut juga akan disebar melalui VCD dan dicetak sebanyak mungkin agar kompetensi guru dapat diperbaiki.
Pranata mengungkapkan, UKG ini harus dilakukan karena ada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) rata-rata kompetensi guru pada 2019 mencapai angka 8.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, berbagai proses yang sudah dilakukan, termasuk sertifikasi dan peningkatan kualifikasi, dipandang belum mampu meningkatkan kompetensi guru. Dia bahkan mengakui UKG pun menunjukkan hasil yang belum memuaskan.
Menurutnya, pengelolaan guru yang sentralistik jika tidak ditata dengan baik akan terbebani upaya peningkatan kualitas yang sangat berat. Sebab itu, regulasi perlu ditata agar tidak tumpang tindih. Penilaian kinerja guru yang dilakukan seharusnya berbasis pembinaan dan bukan sanksi. Selain itu, pendidikan dan pelatihan berbasis mutu juga harus diikuti oleh semua guru dan tidak berbasis proyek.
Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati mengatakan, kebijakan pemerintah untuk memotret kualifikasi guru dengan UKG bukanlah jaminan untuk meningkatkan kompetensi guru. Kualifikasi 3 juta guru saja berbeda yakni masih ada guru yang sudah mengajar 30 tahun, namun hanya tamat SMP dan ada guru yang mengajar tiga tahun, tetapi bergelar sarjana. ”Jika memang ada UKG, sebaiknya dilaksanakan bersamaan dengan uji sertifikasi guru karena ada keterkaitan satu sama lain,” sebutnya.
Politikus PPP ini menerangkan, penerapan UKG ini akhirnya akan ditetapkan standar minimal dan maksimal. Reni mempertanyakan bagaimana dengan guru yang memperoleh nilai minimal dan apa tindakan yang dilakukan pemerintah.
Neneng zubaidah
(ftr)