Jimly Asshiddiqie Dukung Sikap KPU Terkait Pilkada & Parpol

Kamis, 07 Mei 2015 - 12:55 WIB
Jimly Asshiddiqie Dukung Sikap KPU Terkait Pilkada & Parpol
Jimly Asshiddiqie Dukung Sikap KPU Terkait Pilkada & Parpol
A A A
JAKARTA - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tepat untuk menunggu keabsahan atau keputusan tetap dari sebuah partai politik (parpol) dalam mengikuti pilkada.

Hal itu dikatakan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, terkait syarat pencalonan pada pilkada, yang tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU).

Hal ini menunjuk pada dua parpol yang secara internal sedang terjadi sengketa kepengurusan, yakni Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"PKPU ini merupakan kewenangan KPU untuk mengatur. Pemerintah maupun DPR tidak bisa mengintervensi atau mendiktekan kemauannya," kata Jimly melalui rilis yang diterima Sindonews, di Jakarta, Kamis (7/5/2015).

"Memang, mekanisme penyusunan PKPU itu harus dikonsultasikan ke pemerintah dan DPR. Masukan-masukannya wajib didengarkan. Tetapi untuk menetapkan substansi peraturan tetap ada di tangan KPU sendiri," imbuhnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan, untuk pilkada ini opsi pertama melalui Kemenkumham, di mana parpol yang berhak ikut pilkada adalah yang memiliki Surat Keputusan (SK) Menkumham.

Namun KPU memilih sikap lain karena SK Menkumham terhadap Golkar dan PPP saat ini sedang digugat di pengadilan.

Opsi kedua datang dari DPR. Pada prinsipnya DPR setuju bahwa parpol bersengketa yang dapat ikut Pilkada adalah yang telah mendapat putusan inkracht dari pengadilan.

Namun, DPR mengusulkan, jika sampai tahap pencalonan belum memperoleh putusan inkracht maka yang dipakai adalah putusan pengadilan yang paling terakhir. Dan pada akhirnya, KPU tidak memakai opsi yang ditawarkan DPR.

Dalam hal tersebut, Jimly menyadari lembaga pimpinan Husni Kamil Manik 'tersandera' oleh pendapat berbeda antara eksekutif dan legislatif. Dengan keluarnya PKPU itu, menurut Jimly, KPU telah berhasil keluar dari keharusan terperangkap dalam dualisme pendapat.

"Di sinilah saya melihat KPU telah menunjukkan independensinya. Soal independensi adalah soal etika. Justru kalau KPU tidak independen, bisa masalah dia. KPU wajib bersikap independen, bersikap netral walaupun dikasak-kusuk oleh pemerintah maupun DPR," ujarnya.

"(KPU) tidak boleh tunduk, karena itu akan melanggar konstitusi dan undang-undang, dan akan berhadapan dengan DKPP. Kalau ada yang melaporkan, bisa berat itu," ungkapnya.

"Kalau dia (KPU) tidak independen, bisa dipecat. Ketua KPU maupun ketua Bawaslu dapat kami berhentikan kalau tidak independen, termasuk dalam membuat peraturan. Jadi jangan main-main," pungkasnya.

Dalam peraturannya, KPU secara tegas memutuskan, partai yang sedang bersengketa baru dapat mengajukan calonnya jika sudah diketahui kelompok siapa yang menang menurut putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Atau opsi lain jika belum mendapat putusan inkracht, KPU meminta agar dua kelompok mengambil jalan damai (islah). Batas waktu yang diberikan, baik inkracht atau islah, adalah sampai masa tahapan pencalonan, yaitu 26-28 Juli 2015.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7935 seconds (0.1#10.140)