Ketika Pemimpin Tidak Bisa Berbuat Lebih

Jum'at, 03 April 2015 - 01:20 WIB
Ketika Pemimpin Tidak Bisa Berbuat Lebih
Ketika Pemimpin Tidak Bisa Berbuat Lebih
A A A
SISTEM politik Indonesia mengalami dinamika dari dulu hingga sekarang. Untuk melihat sejarah panjang sistem politik di Indonesia perlu dilakukan analisis proses politik di Indonesia.

Analisi proses politik dimulai dari era saat terjadinya periodisasi proses politik di Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai berikut: masa prakolonialisasi, masa kolonial, masa demokrasi liberal, masa demokrasi terpimpin, masa demokrasi Pancasila, dan masa reformasi.

Walaupun dapat dilakukan dengan analisis satu segi pandangan namun analisis sistem tidak boleh melihat secara sekilas terhadap proyeksi sejarah.

Politik dan strategi nasional merupakan satu-kasatuan yang tidak dapat dipisahkan karena kedua aspek ini adalah akar dari pergerakan sebuah bangsa dengan semua dinamika politik yang muncul sesuai dengan apa yang pernah diutarakan oleh Machiavelli maka tidak jarang efektivitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah.

Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter, politik yang dikatakan sebagai upaya proses menentukan tujuan dan cara mewujudkannya berhubungan langsung dengan strategi yang merupakan kerangka rencana untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam hal ini politik dan strategi nasional merupakan sesuatu yang berhubungan erat dengan cara cara untuk mencapai tujuan nasional dan bukan seperti yang terjadi saat ini dimana politik dijadikan alat untuk memainkan peran kekuasaan secara kasar demi kepentingan kelompok.

Politik nasional pada hakikatnya merupakan kebijakan nasional. Hal ini dikarenakan politik nasional merupakan landasan serta arah bagi konsep strategi nasional dan strategi nasional merupakan pelaksanaan dari kebijakan nasional.

Dalam penyusunan politik nasional hal-hal yang perlu diperhatikan secara garis besar adalah kebutuhan pokok nasional yang meliputi masalah kesejahteraan umum dan masalah keamanan dan pertahanan negara.

Pelaksanaan politik dan strategi nasional yang dilakukan oleh negara Indonesia mencakup beberapa bidang yang dianggap sentral bagi penyelarasan kehidupan berbangsa dan bernegara dari masyarakat Indonesia.

Bidang-bidang tersebut adalah bidang hukum, bidang ekonomi, bidang politik, bidang agama, bidang pendidikan, bidang sosial dan budaya, bidang pembangunan daerah, bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta bidang pertahanan dan keamanan.

Politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan memiliki manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi warganya.

Elite politik boleh merasa hebat dengan pamer kekuasaan dalam sidang paripurna di gedung parlemen yang notabene adalah rumah rakyat. Tanpa mereka sadari, sikap haus kekuasaan telah membuat tingkat kepercayaan rakyat akan hilang.

Dari berbagai media massa saat ini sering terdengar pemberitaan yang selalu membuat rakyat bingung, entah KPK Vs Polri, polemik mobil nasional dan lainnya, dan ditambah dengan ketidaktegasan pemimpin yang ada menjadikan kondisi ini semakin keruh, atau mungkin para elite politik lupa kalau semua konsep pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan bangsa yang adil, makmur serta berdaulat dengan berlandaskan azas Pancasila serta UUD 1945 tidak akan pernah tercapai jika tidak di dukung oleh semua rakyat Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai- nilai kehidupan yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Perwujudan dari asas demokrasi itu diartikan sebagai paham kedaulatan rakyat yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Ini mulai menimbulkan sebuah pertanyaan dan stigma yang beredar di masyarakat lewat media online yang mana saat ini menjadi media tercepat untuk menjadi akses informasi untuk khalayak ramai.

Rakyat akan bertanya bahwa negara ini akan dibawa ke mana? dan di mana sikap tegas seorang Presiden dan petinggi negara yang lain, semua seakan tidak ada upaya untuk lebih baik dan tidak berpihak kepada rakyat.

Semua seakan melupakan teriakan-teriakan perubahan saat masa kampanye dan seiring waktu dia terdiam oleh keadaan yang memaksa bungkam, seharusnya pemimpin itu yang mengendalikan situasi sekitar lingkungan di mana dia berada.

Ketika semua rindu akan hadirnya seorang pemimpin yang adil dan bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik munculah sosok yang terkesan merakyat tapi tidak cukup tegas mengambil alih nahkoda bangsa ini, kami semua merasa tertipu dan seakan hilang daya untuk mengatakan kalau kami hidup di dalam naungan bangsa Indonesia yang besar ini.

Bagaimana sebuah tim akan solid jika pemimpin tak disukai pengikutnya. Padahal keberhasilan sebuah tim meraih target tergantung dari kemampuan pemimpin memberdayakan timnya. Karenanya pemimpin harus menjadi figur yang disukai dan menjadi teladan.

Lihatlah realita di sekitar kita, posisi pemimpin menjadi rebutan. Segalanya dipertaruhkan, bahkan sampai “sikut sana, sikut sini”. Akhirnya ketika sudah menduduki posisi pemimpin, popularitas dan materilah yang dikejar, bukan kewajiban sebagai pemimpin yang dijalankan.

Hubungan pemimpin dan pengikut pun sekadar formalitas yang kaku dan menjadi sebuah racikan baru untuk mempertahankan kekuasaan dengan tidak memperdulikan kepentingan orang lain. Khususnya bangsa yang di dalamnya terdapat rakyat yang membutuhkan sentuhan kebijaksanaan dari pemimpinnya.

Penulis melihat salah satu upaya politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan memiliki manfaat seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh rakyat, jik para warga negara terutama para penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi warganya.

Dengan demikian ketahanan nasional Indonesia akan terwujud dan akan menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bela negara, serta kesadaran nasionalisme yang tinggi. Namun bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab sesuai dengan cita-cita luhur yang menjadi paradigma para pendahulu bangsa.

Menjadi pemimpin yang baik bukanlah mudah. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang keras, yang suka marah dan yang ditakuti.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memimpin pengikutnya mencapai suatu tujuan tertentu. Namun perlu kita sadari bersama bahwa pada saat keterpurukan bangsa ini mari kita bahu membahu menjaga kekompakan politik dan terus menjaga nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kembali penulis mengajak banyak pihak untuk refresh kembali tujuan dasar bangsa ini dibangun dengan memantapkan kembali nilai nilai Pancasila dalam menjalankan kehidupan rukun berbangsa dan bernegara secara demokratis, Seperti yang diungkap oleh Ernest Renan, seorang filsuf Perancis yang mengatakan nasionalisme sebagai ”Le Desire d’entre Ensemble” (kehendak untuk bersatu).

Demokrasi yang kita bangun semestinya mengembalikan sekaligus menguatkan kehendak kebangsaan tersebut yang menjadi cita-cita besar bagi negeri ini. Semoga!.

Alan Juyadi
Anggota Bagian Kepemudaan DPP Partai Perindo
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7249 seconds (0.1#10.140)