Kalah Praperadilan BG, KPK Diminta Audit Kinerja

Rabu, 04 Maret 2015 - 21:24 WIB
Kalah Praperadilan BG, KPK Diminta Audit Kinerja
Kalah Praperadilan BG, KPK Diminta Audit Kinerja
A A A
JAKARTA - Politikus PPP Ahmad Yani mendorong dilakukannya audit kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dorongan dilakukannya audit kinerja itu buntut dari kalahnya KPK dalam persidangan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG).

Ahmad Yani mengatakan, audit itu dimulai dari proses di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. KPK dinilai harus selektif dalam memilah laporan masyarakat atas dugaan suatu tindak pidana korupsi.

"KPK tidak pernah audit kinerjanya, padahal itu wajib," ujar Ahmad Yani dalam sebuah diskusi bertajuk 'Audit Kinerja KPK' di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2015).

Beberapa yang perlu diperbaiki oleh KPK, kata dia, dalam hal suatu penggeledahan. "Penggeledahan, harus diaudit. Enggak bisa sewenang-wenang. Misalnya geledah DPR, emangnya DPR kucing kurap?" kata mantan Komisi III DPR ini.

Kemudian, lanjut dia, KPK tidak bisa serta merta melakukan penyitaan. "Yang berkaitan aja yang bisa sita," kata dia.

Lalu, mengenai wewenang penyadapan? Menurut dia, tidak semua bisa disadap oleh KPK. "Ini pelanggaran HAM, boleh menyadap asal sesuai undang-undang," ungkapnya.

Hal senada dikatakan oleh mantan Juru Bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie M Massardi. "Kalau audit kinerja, berarti kan audit kualitatif dan kuantitatif," kata Adhie di tempat yang sama.

Menurut dia, audit kinerja KPK saat ini penting. "Apapun produk KPK sekarang pasti diragukan. Harus didesain ulang menurut saya," ujar Adhie.

Sementara itu, mantan penyidik KPK Hendi F Kurniawan mengungkapkan, ada berbagai macam yang melatarbelakangi pelapor ke bagian Dumas KPK. "Ada yang murni pemberantasan korupsi, ada yang mencari pekerjaan, ada yang sakit hati," kata Hendi.

Maka itu, penyidik KPK mesti meyakinkan adanya dua alat bukti dalam penetapan seseorang sebagai tersangka. "Bukan dengan asumsi. Itu penting klarifikasi calon saksi. Kalau tanpa klarifikasi, rawan terjadinya lalai atau kita salah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Hendi.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4789 seconds (0.1#10.140)