Komnas HAM Pertanyakan Sistem Hankam di Era Jokowi

Kamis, 26 Februari 2015 - 14:06 WIB
Komnas HAM Pertanyakan Sistem Hankam di Era Jokowi
Komnas HAM Pertanyakan Sistem Hankam di Era Jokowi
A A A
JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengingatkan, di tengah peristiwa politik dan hukum yang mendera publik Indonesia, ada kebijakan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang luput dari pantauan masyarakat

Kebijakan itu berkaitan dengan sistem pertahanan dan keamanan (Hankam) Indonesia. Menurut Pigai, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015, pemerintah telah membuat kebijakan sistem pertahanan dan keamanan integratif untuk tahun 2015-2019.

Natalius mempertanyakan sistem Hankam Integratif kebijakan Pemerintah Jokowi tersebut. "Saya ingin bertanya mengapa harus ada kata integratif," ujar Pigai melalui rilis yang diterima Sindonews, di Jakarta, Kamis (26/2/2015).

Natalius berpendapat, dengan adanya sistem Hankam Integratif di tingkat nasional, itu akan berbenturan dengan sistem Hankam yang ada di wilayah. Sebab di wilayah juga akan membentuk Komando Wilayah Hankam.

"Badan ini juga menangani persoalan keamanan Insani (human security) yang merupakan pekerjaan polisional dan pekerjaan sipil misalnya, keamanan atas sandang, pangan dan papan yang selama ini dikerjakan oleh lembaga sipil melalui kementerian," paparnya.

Dia khawatir dengan sistem Hankam integratif itu akan mengancam iklim demokrasi yang sudah berkembang selama ini. Menurutnya, kebijakan itu berpotensi memunculkan kembali gaya otoritarianisme dan militerisme yang pernah hidup lama di zaman Orde Baru.

"Pemisahan secara tegas antara pertahanan (external security) dan keamanan (internal order) adalah bentuk distribusi secara tegas sebagai wujud negara demokrasi dan demi tegaknya kedigdayaan sipil sebagaimana ciri negara modern," tuturnya.

Atas keluarnya kebijakan tersebut, Komnas HAM meminta pemerintah melakukan kajian dan diskursus mendalam untuk menemukan target yang ingin dicapai dalam kebijakan tersebut.

"Demikian pula seluruh akademisi, pengamat dan juga sipil society mengkritisi secara profesional, imparsial, objektif juga transparan," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9536 seconds (0.1#10.140)