Hukum Syariat Aceh Dikritik, Indonesia Diminta Tak Reaktif

Selasa, 23 Desember 2014 - 08:59 WIB
Hukum Syariat Aceh Dikritik, Indonesia Diminta Tak Reaktif
Hukum Syariat Aceh Dikritik, Indonesia Diminta Tak Reaktif
A A A
JAKARTA - Para duta besar negara Uni Eropa (UE) mengkritik hukum syariat yang saat ini berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Menanggapi hal ini, pengamat sosial Universitas Indonesia (UI) Bambang Shergi Lasmono meminta untuk tidak terlalu reaktif.

"Kita tidak perlu reaktif mengenai opini yang diberikan. Saya tangkap dari penjelasan beliau bahwa ada kesulitan mendorong investasi Eropa karena iklim sosial religi kurang kondusif," kata Bambang saat dihubungi Sindonews, Selasa (23/12/2014).

"Sepertinya hukum syariat berlaku untuk semua orang. Padahal tidak. Implementasi ketentuan hukum inilah yang harus lebih banyak dijelaskan," imbuhnya.

Menurut Bambang, untuk memberi pengertian kepada pihak Uni Eropa, maka Pemerintah Indonesia harus memberikan pemahaman soal hukum syariat di Aceh ini.

"Praktik diplomasi adalah mengenai dialog penjelasan yang berlanjut. Perlu ditanyakan apakah ada agenda yang implisit terkait bantuan pembangunan atau hubungan ekonomi," pungkasnya.

Sebelumnya, para duta besar negara Uni Eropa (UE) mengkritik hukum syariat yang saat ini berlaku di Aceh. Menurut mereka, penerapan hukum itu masih memiliki banyak kekurangan.

Salah satunya adalah subjek hukum tersebut. Menurut Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Georg Witschel, subjek hukum syariah di Aceh masih belum jelas.

“Kami (Duta Besar Negara anggota UE) mempertanyakan apakah hukum tersebut diterapkan hanya kepada warga Muslim di Aceh, atau kepada seluruh warga Aceh, termasuk di dalamnya warga non-Muslim,” ucap Witschel di Kantor Kedutaan Besar Jerman, di Jakarta, Senin 22 Desember 2014.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6330 seconds (0.1#10.140)