Revisi UU MD3, Cairkan Kebekuan Politik di DPR

Sabtu, 20 Desember 2014 - 10:16 WIB
Revisi UU MD3, Cairkan Kebekuan Politik di DPR
Revisi UU MD3, Cairkan Kebekuan Politik di DPR
A A A
PROSES pengesahan Undang-undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) berliku. Sebelum disahkan, UU ini sempat digugat oleh sejumlah pihak. Selain itu, UU tersebut direvisi untuk tujuan perdamaian atau islah dua kelompok politik di DPR.

UU MD3 memiliki peran penting, sebab produk legislasi DPR itu yang mengatur tentang kerja parlemen dari tingkat pusat sampai daerah.

Usai dilantik pada 1 Oktober 2014, para anggota Dewan sejatinya langsung bekerja demi nasib masyarakat yang memilihnya dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Kenyataannya, hampir tiga bulan setelah dilantik, para anggota DPR belum bekerja secara maksimal.

Dinamika politik internal yang terjadi di lembaga itu menyebabkan kinerja DPR yang sejatinya mengurus kepentingan rakyat menjadi tersendat.

Dinamika DPR saat ini dipengaruhi dua kekuatan politik besar yaitu beberapa fraksi dari partai politik yang tergabung Koalisi Merah Putih (KMP) dan fraksi dari partai politik yang tergabung dalam barisan pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) atau dikenal Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Ditelisik lebih jauh, aroma bagi-bagi kekuasaan cukup menyengat dalam penyelesaian konflik internal yang dimainkan KIH dan KMP. Khususnya kursi pimpinan alat kelengkapan Dewan dan komisi.

Suasana mulai cair setelah keduanya sepakat untuk menambah satu kursi di pimpinan alat kelengkapan Dewan dan komisi. Hal tersebut tertuang dalam perubahan Pasal 97 , 104, 109, 115, 121, dan 152 dalam UU MD3.

Penambahan satu kursi ini diberikan kepada fraksi dari partai politik pendukung Jokowi-JK. Tentu saja penambahan komposisi ini harus didukung oleh legalitas yang disebut UU MD3.

Kesepakatan lain yang mendorong cairnya kebuntuan situasi politik dua kekuatan di DPR itu adalah penghapusan hak komisi untuk mengusulkan penggunaan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat.

Hal ini tertuang dalam UU MD3 sebelumnya yaitu Pasal 94 ayat 7 menyebutkan: Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (8) menyebutkan DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

Ayat (9) menyebutkan: Dalam hal badan hukum atau warga negara tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6) DPR dapat meminta kepada instansi yang berwenang untuk dikenai sanksi.

Usai melewati perdebatan dan pembahasan panjang, akhirnya produk legislasi itu disetujui oleh para anggota DPR dari kedua kubu melalui rapat paripurna. Selanjutnya, draf UU tersebut diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani dan secara resmi menjadi UU.

Seperti apa isi dari materi tersebut bisa disimak dalam lampiran berikut ini:

Draf Perubahan UU MD3

Simak juga UU MD3 sebelumnya:
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6333 seconds (0.1#10.140)