Muhammadiyah Kritik Tata Kelola Hutan Indonesia

Jum'at, 05 Desember 2014 - 01:59 WIB
Muhammadiyah Kritik Tata Kelola Hutan Indonesia
Muhammadiyah Kritik Tata Kelola Hutan Indonesia
A A A
YOGYAKARTA - Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan, Pasal 33 UUD 1945 menyebut bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Sayangnya, kenyataan tata kelola hutan di Indonesia sudah melenceng karena dikuasai segelintir elit dan korporasi asing.

"Itu yang kita sebut level gawat darurat. Mengurus negara itu harus bener-bener menghayati pemikiran-pemikiran founding father kita," kata Haedar Nashir dalam pampanye publik 'Kebijakan Tata Kelola Hutan dan Lahan Yang Adil dan Amanah' di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Kamis 4 Desember 2014.

Banyak hutan di negeri ini dikuasai korporasi dan asing yang hanya mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Sementara peran pemerintah 'menghilang' dengan melihat realitas kerusakan akibat salah dalam mengelola hutan.

Terlalu banyak, kata Haedar, hutan dan lahan milik negara yang dikuasai korporasi asing. Dia memberi gambaran perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam, tapi warga sekitar hanya diberi sedikit uang dari hasil mengambil kekayaan alam.

"Kita sebenarnya ditindas, tapi sebagian dari kita ada yang nyaman dengan penindasan karena diberi upah dari penindas," katanya.

Haedar mengaku tidak mudah melawan penindas yang dikategorikan dalam kelompok kapitalis. Mereka memiliki kekuatan yang besar dan sulit untuk dilawan selama pengurus negara mengabaikan pikiran pendahulu bangsa.

"Saya sedikit bicara agama, misal orang munafik. Dia pandai membungkus kebohongan yang terjadi. Pandai berargumen yang memperlihatkan seolah-olah pengrusakan hutan, eksploitasi alam, pertambangan, dan turunannya itu demi kebaikan," katanya.

Muhammadiyah, kata dia, tidak mampu memberi perlawanan terhadap kekuataan penjajah kapitalis segala lini di negeri ini. Namun, lanjut Haedar, sebagai organisasi yang memiliki basis massa yang besar akan mengajak internal dan eksternal dalam mensikapi kondisi bangsa yang sudah diambang batas normal.

"Kita harus bangun paradigma 'kesadaran'. Sadar tidak kalau eksploitasi alam itu yang rugi kita sendiri. Kalau kasadaran itu tumpuh, baru bisa melawan korporasi asing yang menguasai negeri ini. Tanpa ada kesadaran, kita terus terjajah," jelasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4778 seconds (0.1#10.140)