PDIP Masih Andalkan Megawati

Senin, 22 September 2014 - 10:00 WIB
PDIP Masih Andalkan Megawati
PDIP Masih Andalkan Megawati
A A A
JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sepertinya masih mengandalkan sosok Megawati
Soekarnoputri.

Setidaknya Megawati diandalkan partai berlambang kepala banteng moncong putih itu
hingga tahun 2020.

Dalam Rapat Kerja Nasional IV PDIP di Semarang, Jawa Tengah pada 21 September 2014, putri
Presiden pertama RI Soekarno itu didaulat untuk kembali memimpin PDIP untuk periode
2015-2020.

Pimpinan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP di seluruh daerah secara aklamasi mengajukan
nama Megawati sebagai ketua umum untuk periode lima tahun ke depan.

Dengan begitu, Kongres PDIP yang akan digelar di Manado pada tahun depanhanya mengungkuhkan Megawati sebagai ketua umum. Tidak ada lagi agenda pemilihan Ketua Umum PDIP.

Bila itu terjadi, perempuan kelahiran 23 Januari 1947 itu memimpin PDIP selama 15 tahun. Megawati memimpin PDIP sejak tahun 1999, setelah melalui berbagai rintangan dan tekanan yang dihadapi partai itu semasa Orde Baru.

Tidak dipungkiri, Megawati memberikan pengaruh besar bagi perjalanan sejarah partai yang semula bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Termasuk menghadapi berbagai tekanan dan upaya pemerintah Orde Baru memecah belah PDIP. Yang tidak bisa hilang diingatan ialah peristiwa penyerangan Kantor DPP PDI di Diponegoro oleh kubu Soerjadi pada 27 Juli 2014.

Pada 1999, PDI pro Megawati memutuskan mengubah nama menjadi PDI Perjuangan (PDIP). Dengan memperoleh lebih dari 30% suara pada Pemilu 1999 mengantarkannya menjadi Wakil Presiden.

Setelah langkahnya menjadi presiden digagalkan Poros Tengah yang mengusung Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.Pada 2001, Megawati menjadi orang nomor satu di negeri ini setelah Gus Dur diturunkan oleh MPR.

Selain sebagai presiden perempuan pertama dan satu-satunya hingga kini dalam sejarah republik ini, Megawati juga dianggap sebagai wanita yang memiliki pengaruh.

Majalah Forbes edisi 6 September 2014 menempatkan dirinya dalam peringkat ke delapan dari 100 tokoh perempuan terkuat dunia.

Dia disejajarkan dengan pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Philipina Gloria Aroyo, bahkan Perdana Menteri Inggris Margareth Teacher yang berjuluk Wanita Besi.

Tahun 1999-2014 menjadi puncak karier politik Megawati sebagai presiden. Popularitasnya tidak mampu mengungguli Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan menterinya yang kemudian sukses terpilih dalam dua kali pemilu selanjutnya.

Setelah 10 tahun puasa kekuasaan, Megawati akhirnya berhasil mengantarkan partainya untuk kembali berkuasa.

Dia berhasil mengantarkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden 2014-2019. Kemenangan PDIP pada Pemilu Legislatif 2014 dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 tentu menjadi kebanggaan tersendiri baginya.

Rakernas IV yang semula sekadar bertujuan untuk mengevaluasi dan merancang program kerja partai pun bisa menjadi sesuatu yang istimewa bagi Megawati.

Para forum itu, seluruh pimpinan DPD mendaulat Megawati untuk kembali memimpin PDIP untuk periode 2015-2020.

Penunjukkan Megawati itu berawal dari pernyataan Jokowi di hadapan peserta Rakernas.
Megawati mengakui hal itu membuatnya terkejut. Kendati demikian, dia menanggapi positif aspirasi itu.

Menurut dia, rekomendasi dari Rakernas IV justru bisa membuat Kongres PDIP 2015 tidak berlangsung lama karena dirinya bisa membuat jadwal dan program kerja,

"Terima kasih sekali, ini merupakan sebuah dukungan yang luar biasa dari seluruh struktur anggota dari simpatisan PDIP," ungkap Megawati, 21 September 2014.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Idil Akbar memahami jika para kader PDIP masih mempercayakan Megawati sebagai pemimpinnya.

Dia tidak menampik banyak kader PDIP yang masih mengandalkan atau menginginkan agar partai itu tetap dipimpin oleh trah Soekarno.

"Selama Megawati bersedia menjadi ketua umum, kader-kader PDIP di bawahnya pasti akan mencalonkannya," tuturnya.

Kendati begitu, Idil lebih setuju jika Megawati menyerahkan jabatan ketua umum kepada kader PDIP.

Tujuannya tidak lain demi regenerasi dan demokratisasi di partai berlambang kepala banteng moncong putih itu. "PDIP tidak perlu harus menjadikan trah Soekarno sebagai ketua umum. Sebab orang sudah mengenal PDIP sebagai buah ideologis Bung Karno," katanya.

Menurut dia, ideologi Bung Karno sudah melekat di PDIP. "Jadi PDIP tidak harus menjadikan trah Soekarno sebagai ketua umum," katanya.

Dia khawatir jika PDIP memaksakan diri pemimpinnya sosok yang memiliki hubungan dengan Soekarno. "Akan timbul kesan PDIP tidak percaya diri," ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4995 seconds (0.1#10.140)