Ekspresikan perlawanan dengan musik

Senin, 24 Februari 2014 - 20:49 WIB
Ekspresikan perlawanan dengan musik
Ekspresikan perlawanan dengan musik
A A A
Kampung Warung Bongkok, Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat dikenal sebagai kawasan industri. Pada tahun 90-an, bukan hal yang mudah untuk menjalani hidup di daerah ini. Ketika itu rasa putus asa kerap menghinggapi pemuda di daerah itu. Jumlah pengangguran pun tinggi. Bisa dimaklumi saat itu bukan hal mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Kenyataan itu menjadi ironi karena mereka hidup di tengah kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara tersebut.

Lingkungan dan ketidakpastian menghadapi masa depan secara perlahan membuat para pemuda di daerah itu terikat dalam sebuah perasaan yang sama, yakni merasa diperlakukan tidak adil. Rasa itu terus bergejolak yang akhirnya secara alamiah membentuk sebuah kelompok atau komunitas.

Dari sana, lahir sekelompok pemuda yang menjadikan punk sebagai inspirasi. Tidak hanya penampilan, selera musik, tapi juga jiwa dan semangatnya. Dari sana pada 1994, lahir sekelompok pemuda yang menamakan diri The United Smokers atau disingkat US. Kelompok pemuda yang lahir karena bosan melihat ketidakadilan yang merajalela pada era Orde Baru.

Mereka berusaha mengaktualisasikan diri dengan menyuarakan perlawanan terhadap segala bentuk ketidakadilan melalui karya musik bergenre punk rock. Isi lagu mereka bertema tentang kritik sosial. Mereka pun mempunyai massa sendiri yang tentunya mampu mengartikulasikan musik US.
"Kami memilih jalur punk karena kebebasannya dalam berekspresi sesuai kondisi sosial serta ekonomi kami. Karena kami memang berasal dari keluarga sederhana," ujar Dedi Kurniawan, salah satu anggota The US kepada Sindonews, Jumat 14 Februari lalu.

Menurut pria yang biasa disapa Jhon Smokers, filosofi dari punk adalah kebebasan. Tapi bukan kebebasan yang negatif seperti meminum alkohol dan seks bebas, melainkan kebebasan untuk bersikap berani melawan segala bentuk ketidakadilan. "Oleh karena itu kami memilih menyuarakan perasaan kami melalui musik ini," katanya.

Bersama Eko Jatmiko (OB Smokers/vokal), Cevy Suhana (Vott Smokers/gitar), Agus Setiawan (Negro Bastard/bass), Fariduddin Hasa (Awiedz Smokers/drums), Jhon sang vokalis menyuarakan kritik sosial melalui musik punk dengan pesan yang lugas. Kritik sosial itu di ditujukkan bagi pejabat dan wakil rakyat yang berperilaku koruptif dan para birokrat yang melakukan praktik kolusi dan nepotisme.

Keprihatinan itu dituangkan dalam lagu-lagu mereka. Salah satunya berjudul Pengadilan Rakyat yang bercerita tentang desakan kepada pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum. Inilah salah satu penggalan lagu tersebut, Adili penjilat...Adili koruptor...Adili perampok...Eksekusi mati...Pengadilan jalanan...Pengadilan rakyat

Tidak hanya menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan melalui karya musik, anggota kelompok ini memiliki kesadaran tinggi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Meski berasal dari pinggiran kota, namun mereka berhasil menyandang gelar sarjana. Tidak hanya itu, mereka saat ini memiliki profesi beragam, dari mulai pengusaha besi tua, fotografer, desainer sampai pembuat tato. "Kami semua sarjana," ujar Jhon yang bergelar sarjana pada bidang hubungan masyarakat ini.

Dia berharap suara mereka dapat diterjemahkan para pemimpin bangsa untuk memperbaiki negeri ini. The US pun akan terus menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan. "Jangan ada lagi kasus korupsi," ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4229 seconds (0.1#10.140)