Pengamat: Ada kejahatan luar biasa di Pilkada Morowali

Sabtu, 09 Maret 2013 - 21:12 WIB
Pengamat: Ada kejahatan luar biasa di Pilkada Morowali
Pengamat: Ada kejahatan luar biasa di Pilkada Morowali
A A A
Sindonews.com - Pengamat Poltik Universitas Indonesia (UI) Bonie Hargens mengatakan, adanya kejahatan politik yang luar biasa dibalik Pilkada Morowali. Pasalnya, kekuasaan masih membelenggu di daerah, sehingga menjadi raja kecil untuk mengharuskan penyelenggara pemilu tunduk.

"Bahkan bisa sumir, orang sulit untuk membuktikannya dan akan berhenti pada tuduhan," ujar Bonie dalam diskusi bertajuk 'Membangun Pilkada yang Bersih, Menuju Pemilu 2014' di KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2013).

Lebih lanjut Bonie mengatakan, dampak buruk Pilkada yang membedakan batasan, bukan saja sebuah kejahatan. Tetapi hal itu bisa menjadi ruang kejahatan ketika daerah pemilihan itu bisa diatur berdasarkan calon-calon tertentu.

"Para politikus ini bermain dengan KPU untuk mengatur batasan-batasan agar daerah pemilihan (dapil) itu untuk bisa memberi ruang untuk menang, seringkali konflik antar elit itu terjadi di situ. Dan KPU juga bermain di dalam jual beli suara atau pencurian suara, dan itu tidak bisa terjadi jika tidak melibatkan orang dalam," terangnya.

Bonie menilai, dengan persoalan tersebut, menjadi lumrah adanya, apalagi kejahatan demokrasi, terjadi diberbagai negara yang demokrasinya belum begitu matang, seperti Indonesia dan itu fakta terjadi seperti dipemilu terakhir, Philipina, Kamboja.

Kata dia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang seharusnya dengan kewenangannya bisa membuka semua kejahatan tersebut.

"Tapi faktanya adalah institusi ini antara ada dan tiada. Dan tidak ada kerja besar yang bisa mereka (Bawaslu) buktikan, untuk mendorong demokrasi pemilu ini berjalan secara fair," tandasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 98/PHPU D-X/2012 memutuskan tentang pemungutan suara ulang (PSU) untuk Pilkada Kabupaten Morowali untuk diulang. Namun, KPU diminta untuk menyelesaikan masalah itu dalam waktu 60 hari.

"Saya simpulkan, tidak mungkin meraih kualitas demokrasi dalam PSU Jika dilaksanakan 16 Maret 2013," kata mantan anggota Komisioner KPU Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Yahdi Basma dalam keterangan persnya di KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2013).

itu merupakan yang menjadi faktor pengunduran dirinya dari anggota KPU Provinsi di Sulteng. Selain itu, dia berbeda pendapat dan pandangan terkait penyelenggaraan pemilu di wilayahnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0462 seconds (0.1#10.140)