Periksa kepala daerah, tak perlu izin presiden

Jum'at, 28 September 2012 - 00:01 WIB
Periksa kepala daerah, tak perlu izin presiden
Periksa kepala daerah, tak perlu izin presiden
A A A
Sindonews.com - Pemeriksaan terhadap kepala daerah yang tersangkut tindak pidana tak perlu menunggu surat izin dari presiden lagi. Hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penghapusan syarat izin tertulis dari persiden untuk memeriksa kepala daerah itu.

Menanggapi putusan MK tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunanjar mengatakan putusan itu rawan ditumpangi berbagai kepentingan. Karenanya, putusan itu harus diantisipasi agar tidak digunakan untuk kepentingan subjektif penyidik atau lawan politik yang akan diperiksa.

"Ketentuan baru hasil putusan MK ini harus diantisipasi agar tidak ditumpangi berbagai kepentingan subjektif penegak hukum," ujar Agung kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (27/9/2012).

Misalnya kepentingan politik, aparat penegak hukum bisa saja menjadi alat dari lawan politik kepala daerah untuk merong-rong kekuasaannya. Kemudian ada juga, cerita-cerita tentang pemerasan kepala daerah yang diindikasikan terlibat kasus oleh para aparat penegak hukum.

Tak jarang, ada kepala daerah mengeluh dirinya dijadikan bulan-bulan pihak-pihak tertentu saat namanya dikaitkan dengan kasus pidana.

"Ini yang harus dihindari. Harus dikuatkan integritas dan moralitas para penegak hukum sendiri agar konsisten. Banyak keluhan anggota DPR dan kepala daerah yang jadi ATM mereka ketika tersangkut sebuah kasus," ujar Agun.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febridiansyah mengatakan, penyidik dari kepolisian dan kejaksaan diminta segera melakukan pemeriksaan kepala daerah terkait perkara korupsi yang sebelumnya terhambat oleh izin presiden.

Saat ini, tidak ada lagi hambatan melakukan pemeriksaan setelah MK membatalkan Pasal 36 UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang mensyaratkan izin presiden untuk memeriksa kepala daerah atau wakilnya.

"Seharusnya beberapa yang terhambat langsung dikerjakan. Uji materi ini juga berangkat dari keluhan penyidik, mereka mengeluh soal pasal yang menghambat kinerjanya," ujar Febridiansyah.

Kejaksaan Agung misalnya, saat ini tengah menangani enam dugaan korupsi yang dilakukan kepala daerah, di antaranya dugaan korupsi divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang dilakukan Gubernur Kaltim Awang Farouk Ishak.

Sampai sekarang, Kejagung belum memeriksa orang nomor satu di Kaltim itu karena selalu beralasan belum mendapatkan izin dari presiden. Bahkan Awang Farouk sempat hadir dalam acara rapat kabinet terbatas yang digelar di Kejagung.

Sebelumnya, Kejaksaan pada tahun 2011 mengungkapkan, ada 61 pemeriksaan kepala daerah yang terhambat izin presiden yang diajukan sejak tahun 2011.

Meski bisa tetap melanjutkan pemeriksaan jika dalam 60 hari presiden tidak memberikan izin, namun Kejaksaan tidak menggunakan dasar hukum tersebut. Alasannya, masih ada celah bagi para terdakwa jika Jaksa tetap memaksakan pemeriksaan tersebut.

Saat itu, Kejaksaan meyakini permohonan izin itu terhambat di bagian administrasi permohonan izin kejaksaan atau di Sekretariat Kabinet. Karena biasanya jika sudah masuk meja presiden, surat izin tersebut bisa ditandatangani dalam tiga hari.

"Putusan MK ini membuat kerja polisi dan jaksa lebih efektif. Mereka lebih kuat melawan korupsi oleh kepala daerah bukan hanya KPK," ujarnya.

Biasanya, kasus yang terhambat izin presiden ini diambil alih oleh KPK. Lembaga ini tidak mempunyai hambatan karena bekerja dengan dasar hukum UU Tipikor. Namun, tidak semua kasus bisa diambil alih karena keterbatasan sumberdaya lembaga ini.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9998 seconds (0.1#10.140)