Korupsi di lembaga

Rabu, 01 Agustus 2012 - 08:22 WIB
Korupsi di lembaga
Korupsi di lembaga
A A A
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap korupsi di Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Adalah dugaan korupsi pengadaan kendaraan simulator untuk pembuatan surat izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri untuk tahun anggaran 2011.

KPK telah menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Mabes Polri yang sekarang Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka. Langkah KPK patut kita acungi jempol karena berani membongkar kasus korupsi di lembaga kepolisian. Seperti kita ketahui, selama ini beberapa dugaan kasus korupsi di kepolisian sulit disentuh. Sebelumnya KPK juga mengungkap kasus pengadaan Alquran oleh Kementerian Agama.

Di kementerian ini juga diduga banyak menyimpan kasus-kasus korupsi. Kasus ini memang mengundang keprihatinan banyak pihak karena yang menjadi objek korupsi adalah Alquran yang merupakan kitab suci umat Islam. Banyak pihak mengecam dan mendukung langkap KPK untuk mengusut tuntas kasus ini. Jika menilik sepak terjang KPK dalam membongkar kasus di lembaga kepolisian dan Kementerian Agama, kita semua memaklumi. Kenapa? Karena kedua lembaga ini dianggap oleh beberapa pihak sebagai tempat praktik-praktik korupsi.

Pada 2011 KPK merilis bahwa Kementerian Agama mempunyai angka indeks integritas pusat (IIP) terendah yaitu 5,37. Dua terendah lainnya adalah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) 5,44 serta Kementerian Koperasi dan UKM 5,52. Sedangkan pada Juni lalu kepolisian oleh Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) dimasukkan dalam lima besar lembaga terkorup bersama DPR, kantor pajak, partai politik, dan Kejaksaan Agung.

Dari hasil survei SSS, DPR merupakan lembaga yang paling korup dengan 47 persen dari 2.192 responden yang diteliti pada 33 provinsi selama 14–24 Mei 2012. Kantor pajak oleh responden dinilai lembaga terkorup setelah DPR atau berada di urutan kedua lembaga paling korup yakni 470 responden atau 21,4 persen. Di urutan ketiga kepolisian 11,3 persen.

Sedangkan parpol hanya 3,9 persen. Mengacu pada data tersebut wajar jika dugaan kasus korupsi terjadi di kepolisian dan Kementerian Agama. Sedangkan dugaan kasus korupsi di DPR, kantor pajak, maupun Kejaksaan Agung juga sudah ditangani KPK. Sekali lagi ini wajar jika ditemukan beberapa kasus korupsi di lembaga-lembaga tersebut.

Artinya, survei dan indeks penilaian KPK berbanding lurus dengan apa yang terjadi. Namun, yang luar biasa dalam kasus ini adalah keberanian KPK dalam mengusut kasus-kasus di lembaga-lembaga tersebut. Selama ini lembaga-lembaga tersebut sangat sulit ditembus. Apalagi kepolisian dan Kejaksaan Agung yang mungkin paling sulit karena kedua lembaga itu justru selama ini menjadi rekanan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Meski belum secara menyeluruh dalam melakukan penanganan dugaan korupsi di beberapa lembaga tersebut, langkah KPK tersebut setidaknya bisa menjadi awal untuk terus memberantas korupsi di negara ini. Tentu, masyarakat berharap KPK tidak hanya berhenti pada kasus-kasus pengadaan kendaraan simulator atau pengadaan Alquran. KPK harus terus mengulik dan menggali untuk membongkar dugaan korupsi dan suap yang masih terjadi di beberapa lembaga tersebut. Kita yakin KPK bisa dan berani.

Intervensi kepentingan yang acapkali terjadi harus dihadapi. KPK harus sadar bahwa beberapa lembaga tersebut sering melakukan intervensi untuk menghadang upaya-upaya pemberantasan korupsi. Kadang segala cara akan ditempuh untuk menghadang upaya KPK, namun itulah risiko yang harus dihadapi KPK. Kita berharap KPK bisa konsisten dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi di lembaga-lembaga tersebut.
(lil)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4269 seconds (0.1#10.140)