Kelaparan dan Kurang Gizi, Sandera Berburu Tikus Hutan

Kamis, 29 Desember 2016 - 11:23 WIB
Kelaparan dan Kurang Gizi, Sandera Berburu Tikus Hutan
Kelaparan dan Kurang Gizi, Sandera Berburu Tikus Hutan
A A A
GUNA menghindari kejaran tentara, para sandera dipaksa berkelana di hutan belantara Mapnduma dibawah ancaman senjata GPK/OPM. Tak peduli malam, siang, cuaca terang bahkan hujan pun dipaksa jalan.

Seperti saat perjalanan sandera dari kamp 3 ke kamp 4. Sandera menamai lokasi pemberhentian sementara dengan nama Kamp. Jadilah kamp 1 dan seterusnya.

Setelah bercucuran keringat, akhirnya sandera tiba di kamp 4 yang tendanya sedang dibikin pasukan suku Amungme. Apesnya, tenda belum tuntas hujan deras seperti dijatuhkan dari langit.

Lengkaplah penderitaan para sandera. Sudah kelaparan, capai kini basah kuyup. Untuk menghangatkan tubuh, saya (Adinda-red), Navy dan Jualita duduk berhimpitan.

Belum hilang rasa penat, hanya dua hari tinggal di kamp 4, sandera dipaksa jalan lagi. Sander protes. “Kami capai. Belum habis capainya,” protes sandera. Tapi, pimpinan OPM berang. Yudas menodongkan M16 ke sandera, Silas mengacungkan belati berkarat sedangkan Titus Murip mengayun-ayunkan belati pisau hutan milik Navy yang dicuri. “Tidak ada capek. Pindah,” teriak mereka serempak.

Tak ada pilihan bagi para sandera selain menuruti perintah OPM. Perjalanan dari kamp 4 menuju kamp 5 tak kalah beratnya dari perjalanan sebelumnya. Sandera harus melewati hutan lebih lebat, menyeberangi sungai, rawa, dinding tebing nan terjal.

Setelah berjam-jam sampailah ke kamp 5. Pondok dibuat dari terpal milik sandera hanya ditutupi dedaunan. Hanya sehari di kamp 5, pagi-pagi terdengar suara heli. Pasukan OPM panik luar biasa. Seraya mengangkat senjata M16, mereka memerintahkan sandera lari, sedangkan gubuk atau tenda segera dirobohkan. Mereka mengira itu heli ABRI dan takut lokasi persembunyian diketahui.

Ketakutan OPM itu berlebihan, jangankan diketahui heli, lokasi sandera yang berada di hutan belantara lebat, sinar matahari pun tidak bisa tembus. Saking lebatnya hutan.

Hari itu sandera dipaksa berjalan seharian dengan menyusuri Sungai Kilmit tidak lebar tapi berarus kuat. Setelah hari mulai gelap, pasukan Amungme dibawah pengawasan Kelly Kwalik membuat tenda di kamp 6. Kerjanya cepat tapi jelek. Saat hujan tenda, pondok bocor disana-sini.

Tapi, hanya satu malam esoknya sandera dipaksa pindah lagi ke kamp 7. Dengan kondisi sandera yang kecapaian dan sebagian sakit mereka dipaksa berjalan lagi. Saya dan Navy jalan terseok-seok di barisan belakang. Ditambah cuaca buruk, hujan dan berkabut tebal.

Akhirnya, sandera tiba di kamp 7. Kali ini tenda dibuat lebih besar yang berlokasi di pinggir sungai berarus deras. Tiga ransel besar milik sandera hilang di kamp 7. Tapi, OPM acuh saja.

Di kamp 7 penderitaan para sandera mencapai puncaknya. Tidak sekadar stres tapi sudah dalam taraf depresi karena tidak jelas kapan dibebaskan. Rasa lelah fisik mental membuat sandera nyaris gila. Jualita sampai terisak-isak. “Kenapa tidak selesai-selesai. Kenapa tidak berakhir,” ujarnya lirih seraya sesegukan. Aku ikut menangis sambil menghibur. ”Mbak Lita, ingat Tuhan, ingat keluarga,” kataku pelan.

Air mata dan penyakit mewarnai kehidupan para sandera. Martha yang hamil lima bulan terserang malaria karena belum minum obat antimalaria primaquin yang termasuk keras.

Kalau perempuan hamil meminumnya bisa menembus plasenta yang berakibat bayi lahir bisa cacat. Mark van der Wall suami Martha kebingungan. Setelah meminta saran Navy, akhirnya Mark memberi obat primaquin. Mark memilih menyelamatkan Martha yang berisiko bayinya cacat.

Malaria yang diderita Martha akhirnya menulari sandera lain. Bill, Anna dan Annette. Meski banyak sandera yang sakit tapi Silas memaksa sandera jalan menuju kamp 8. Itu membuat para sandera marah dan melawan. “Kami semua sakit, kami bisa mati. Kami butuh istirahat satu hari lagi,” kata Mark marah.

Navy yang kesal juga ikut marah. “Bapak-bapak jalan saja sendiri, tinggalkan kami di sini. Biar mati di sini tidak apa-apa,” ujar Navy. Mendengar itu Silas Kogoya naik pitam dan membentak- bentak para sandera. “Tentara sudah dekat. Tentara sudah dekat,” oceh Silas.

“Sudah biar saya dan Abraham saja yang berangkat lebih dulu. Yang lain menyusul,” ujar Markus menengahi sekaligus meredam amarah Silas. Meski sebenarnya sandera yang lain tahu Markus dan Abraham juga tidak sanggup jalan. Tapi, dipaksakan juga.

Perjalanan kali ini lebih berat. Setelah naik gunung, sandera dipaksa menuruni gunung dengan tebing terjal dan curam. Bukannya mencari jalan memutar tapi OPM memaksa sandera menuruni tebing terjal serta melangkahi jurang demi jurang yang terjal.

Jadilah sandera semakin jauh untuk bisa ditemukan tentara. Justru itulah yang dikehendaki OPM. Perjalanan kian berat karena tidak ada istirahat. Bahkan untuk makan pun sambil jalan. Itu pun hanya sepotong ubi yang tersisa. Tidak ada makanan yang lain.

Maka, kalau ubi jatuh meski bercampur lumpur tetap diambil karena hanya itu yang tersisa. Tiba di Kamp 8 dekat tepi sungai yang tidak besar tapi berarus kuat. Pondok kali ini lebih bagus berupa rumah panggung beralas kayu hingga agak hangat. Tapi, sudah seminggu ini sandera tidak makan layak kecuali ubi. Makanya, begitu ada penduduk membawa labu siam dan ubi jalar begitu riangnya hati para sandera.

Suatu hari di Kamp 8, para sandera mendengar berita radio (RRI) yang dibawa anggota OPM. Ternyata aksi penyanderaan mendapat perhatian serius pemerintah Indonesia, media maupun lembaga internasional.

Suatu hari Silas Kogoya meningalkan Kamp 8. Katanya, mencari makanan. Selama ini hanya Silas yang peduli terhadap makanan para sandera. Dengan perginya Silas berarti suplai makanan mandek. Tak ayal sandera nyaris mati kelaparan.

Navy dan Mark pun berunding agar sandera tetap survive atau hidup. Akhirnya diputuskan mencari tikus hutan yang banyak berkeliaran di hutan Mapnduma. Pengawal diperintahkan mencari tikus hutan maupun tikus pohon. Setelah terkumpul tikus lalu dibakar utuh. Setelah itu dibelah perutnya untuk dibuang lalu dibakar lagi. Tanpa bumbu. Semua makan bahkan sandera asing gembira ada daging. Mereka tidak tahu kalau itu daging tikus.

Saya yang semula jijik, akhirnya diberi tahu tikus hutan atau pohon di Papua hanya makan dedaunan. Tidak layaknya tikus got di kota besar. ‘Ini satu-satunya daging yang bisa menambah tenagamu De (sapaan Adinda) Jangan cium baunya yang keras. Memang agak anyir,” kata Navy.

Akhirnya, Adinda pun makan daging tikus meski sedikit jijik. Tapi, belakangan Adinda mulai terbiasa bahkan justru menikmati daging tikus tadi. Bahkan mereka berebut jika olahan tikus sudah matang.

Di Kamp 8, para sandera tinggal selama 15 hari. Begitu datang perintah pindah dari Kelly Kwalik, sandera pun dipaksa jalan lagi. Utusan Kelly tadi juga memberitahukan bahwa Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Delegasi Regional Asia Tenggara bersedia datang untuk menjadi penengah. Mereka akan menemui sandera di Desa Geselama.

Para sandera pun digiring OPM menuju Geselama. Dalam perjalanan kami menemukan selebaran yang disebar dari heli yang ditulis Atase Militer Inggris. “Kami Mencari Sandera. Beritahu Kami”.

Tulisan dibungkus plastic yang diaksih pemberat seperti, garam atau super mie. Tapi, OPM yang dipimpin Titus Murip tidak percaya. Dikira selebaran dari ABRI. Setelah jalan tujuh jam akhirnya sandera menginap di Kamp 9. Pagi, hari perjalanan dilanjutkan. Rupanya, pengawal OPM juga tidak tahu medan. Perjalanan berputar-putar saja sampai akhirnya di tepi jurang yang dalam.

Akhirnya, rombongan kembali ke jalan semula untuk mencari jalan lain. Tiba di suatu tempat ada tiga pondok kecil. Namanya Bogonduom, bukan Geselama. Apa pun itu namanya kami sebut Kamp 10. Esoknya kembali ke kamp 11. Kata anggota OPM itu Geselama. Tapi, esoknya sandera digiring lagi.

Tempat pertemuan dengan Palang Merah Internasional masih jauh. Berarti lokasi yang kami sebut Kamp 11 bukan Geselama. Tiba di Desa Dagngpem yang kami sebut Kamp 12. Dua ibu, penduduk setempat menangis begitu melihat kondisi para sandera. Hanya dua ibu itu saja yang ada di desa itu. Selebihnya penduduk kampung melompong.

Mereka mengungsi karena ketakutan. Kali ini Silas muncul lagi dengan membawa daging babi rebus dan ubi bakar. Semua sandera makan lahap dan kenyang, karena terbiasa kelaparan dan tidak makan, para sandera yang kekenyangan muntah muntah dan sakit perut.

Tidak hanya itu, pondok Kamp 12 yang dihuni sandera kondisinya menyedihkan berupa kandang babi. Antara sandera dan babi hanya disekat ala kadarnya. Baunya! Jangan ditanya. Belum lagi kutu-kutu babi yang menggerayangi, mengisap darah para sandera. Gatalnya minta ampun.

Saat di Kamp 12 pada 25 Februari 1996 yang diyakini sebagaian anggota OPM sebagai HUT mereka datang Kelly Kwalik ke Kamp 12. “Saya sandera kamu sampai ada perintah Moses Werror pimpinan OPM di Papua Nugini. Keputusan bebas ada di tangan Moses Werror,” ujar Kelly. Tapi, belakangan setelah ada perintah pembebasan sandera oleh Moses Werror, Kelly bekelit dan mengaku tidak mengenal Moses Werror.

Malam itu Adinda diminta menulis surat kepada Presiden Soeharto. ”Ibu Adinda, tulis surat kepada Presiden kamu (Soeharto-red) bahwa kamu sudah menderita di sini dan minta OPM merdeka,” ujar Kelly.

Batin saya, sungguh perintah yang sembrono. Dalam hati kecilku menolak karena hormat kepada Presiden Soeharto. Tapi, di bawah ancaman aku tidak kuasa menolak. Surat ditandatangani enam sandera Indonesia.

Esoknya, Kelly dan Yudas Kogoya menyuruh sandera mengetik tanya jawab seputar soal sandera. Surat lalu dikirim ke salah satu koran nasional. Setelah berkirim surat ke berbagai lembaga, pemerintah, organisasi internasional tapi belum juga ada kepastian pembebasan sandera Navy pun memberanikan diri bertanya pada Kelly.

“Kami sudah membuat surat kemana-mana, bapak-bapak sudah diberitakan, masuk Koran sekarang lepaskan kami. Supaya bapak-bapak mendapat simpati dan bantuan,” pinta Navy.

Tapi, Kelly Kwalik mengibas. “Kami tidak mau bantuan, kami mau merdeka,” ujar Kelly. Mark lebih berani lagi. ”Mau merdeka sulit. Tidak ada negara mana pun di dunia ini memberikan kemerdekaan kepada suatu organisasi yang melakukan penyanderaan,” ingat Mark.

Pada 29 Februari 1996 delegasi ICRC yakni, Dr Ferenc Meyer, Silviane Bonadei (pekerja sosial), serta Rene Sutter (fotografer) menemui para sandera. Kelly pun wanti-wanti ke sandera tidak banyak bicara ke ICRC tapi seperlunya saja.

Bukan main senangnya para sandera. Tim ICRC memeriksa kondisi kesehatan sandera. Mereka juga membawa obat-obatan, makanan dan kebutuhan lainnya. Juga surat dari keluarga masing-masing.

ICRC juga mendokumnetasikan para sandera satu per satu. Lucunya, kamera dan video yang dibawa Sutter juga menarik perhatian OPM. Mereka senang difoto bahkan bergaya tanpa menyembunyikan wajahnya. Mereka tidak sadar sedang didokumentasikan. Hanya Kelly Kwalik yang sadar tidak mengumbar wajahnya.
Bulu kus-kus yang selama ini dipakai menutupi wajahnya sebagai topi pun dirapatkan untuk menyamarkan wajahnya.

Bukan perkara gampang menemukan posisi sandera. ICRC dan perwakilan negara asing yang warganya disandera harus menyebar selebaran dari heli selama tiga hari. Sampai akhirnya ada warga melapor posisi sandera sekaligus bisa bernegsiasi dengan pimpinan OPM untuk bertemu sandera.

Dalam pemeriksaan diketahui, kondisi empat sandera sakit berat dan harus dirawat. Adinda sakit ginjal, Martha sedang hamil, Markus menderita liver serta Navy, kondisi psikologisnya tidak stabil.

Dokter Ferenc dari ICRC berunding dengan Kelly agar bersedia membebaskan keempat sandera tadi karena butuh perawatan. Tapi, dengan ketus Kelly menjawab, “Satu orang betul hamil. Yang lain pura-pura sakit,” tukas Kelly.

Dokter Ferenc marah besar. “Ini benar. Tidak bisa pura-pura,” jelas Ferenc. Tapi, Kelly tidak peduli dan menolak permintaan pembebasan sandera. Setelah bertemu ICRC, sandera pindah ke Kamp 13 karena takut ICRC membocorkan lokasi mereka. Di Kamp 13 hanya bermalam lima hari. Selanjutnya, sandera dipindah lagi ke Kamp 14.

Pasukan OPM dari suku Amungme dengan beringas merobohkan tenda dan memerintahkan sandera cepat jalan. “Ada tentara masuk hutan cari kamu. Ayo cepat jalan,” pinta OPM.

Tidak ada Kelly Kwalik, Yudas Kogoya, Silas Kogoya maupun Titus Murip yang selama ini jadi komandan OPM. Pasukan hanya dipimpin Daud. Sepertinya, komandan OPM sudah bosan, jenuh dan frustasi karena tidak ada kemajuan atas tuntutan mereka. Sandera pun ditelantarkan begitu saja.

Kondisi Adinda sudah drop dan tidak kuat jalan. Di saat itu ada angota pasukan OPM dari suku Amungme berbaik hati membantu Adinda. Namanya Akilas. Orangnya tinggi besar.

Semula Adinda ragu tapi Navy meyakinkan. Akhirnya, Akilas memanggul Adinda. Dengan cekatan Akilas meloncat, ke sana kemari seolah kakinya berkuku tajam yang bisa mencengkeram batu tebing yang licin.

Adinda ngeri terayun ayun di pundak Akilas. Begitu cepatnya langkah Akilas, Navy yang berada di belakang terpontal-pontal. Sampai akhirnya tiba di kamp 14 yang merupakan kebun dan rumah Silas Kogoya. Tahu sandera dibawa ke pondoknya Silas uring-uringan. ”Kenapa pindah tidak perintah! Bodoh, bodoh,” ujar Silas marah-marah.

Diantara pimpinan OPM terjadi beda pendapat soal sandera. Silas Kogoya, Yudas Kogoya, Titus Murip dan Daud yang asal suku Ndunga sudah bosan dan ingin membebaskan sandera karena sudah tiga bulan mereka menghidupi sandera. Itu menghabiskan persediaan makanan mereka.

Yudas Kogoya dkk bertindak sebagai tamu yang harus menghidupi para sandera dan pasukan lain. Sedangkan pasukan Amungme sebagai tamu dan tidak bermodal. Tapi, Kelly Kwalik tetap ingin mempertahankan sandera bahkan akan dibawa ke Tembagapura, kampung halaman Kelly Kwalik. Tapi, Yudas Kogoya dkk dari Suku Nduga menolak.

Bahkan mereka berani mengusir pasukan Amungme. Selain itu, tujuan OPM dari Suku Ndunga sebatas menuntut kesejahteraan. Sebaliknya, OPM pimpinan Kelly Kwalik menuntut kemerdekaan.

Bahkan Kelly Kwalik berobsesi jadi presidennya. Makanya, begitu mereka pecah, pasukan OPM pimpinan Yudas Kogoya dkk dari Suku Ndunga memilih memegang atau memiliki para sandera. Sedangkan pasukan OPM dari suku Amungme pimpinan Kelly Kwalik memilih Bendera Bintang Kejora yang dianggap sakral. Sebab, mereka berkeyakinan siapa yang memegang bendera bintang kejora akan jadi presiden.

Sandera sendiri merasa aman di bawah kontrol pasukan OPM dari Suku Ndunga.Karena pasukan OPM dari Suku Amungme pimpinan Kelly Kwalik lebih brutal, keras dan tidak ada kompromi dalam memperlakukan para sandera.

Sandera dipindah lagi dari Kamp 14 menuju Kamp 15. Alasanyya, untuk menemui delegasi ICRC. Perjalanan cukup berat karena harus menembus hutan lebat, naik turun bukit, menyeberangi sungai. Setelah jalan tujuh jam akhirnya tiba di kebun kosong yang kami sebut Kamp 15.

Hanya ada pondok kecil hingga para sandera harus berjejalan. Tiga hari menetap di Kamp 15, sandera dipindahkan lagi ke Kamp 16 yang berjarak enam jam perjalanan kaki. Letak pondok di kamp 16 di atas bukit hingga bisa melihat panorama sekitarnya.

Kedatangan sandera juga disambut warga yang membawa ubi bakar dan minuman. Selama tinggal di kamp 16 banyak ibu –ibu membawa makanan untuk sandera.

Sandera pun membarter dengan pakaian. Alangkah gembiranya ibu-ibu tadi. Sampai akhirnya, Kelly memberitahu tim ICRC akan menemui sandera kembali ke kamp 12 yang disebut rumah babi. Terpaksa, sandera balik lagi yang memerlukan enam jam perjalanan.

Tiga tim ICRC datang menemui sandera yakni, Dr Ferenc, Dr Patric dan Silviane. Mereka membawa rokok, makanan, obat-obatan dan surat dari keluarga sandera. Setelah bertemu tim ICRC, sandera balik ke Kamp 16.

Pada hari kelima di kamp 16 ada kurir membawa pesan Kelly Kwalik pada selembar kertas lusuh. Isinya, pindah segera ke Geselama. Sandera bingung di mana letak Geselama sebenarnya. Selain, pasukan OPM tidak mau cerita, sandera terkadang dibawa berputar-putar untuk menyamarkan markas mereka.

Rupanya sandera dibawa ke Desa Purua yang merupakan markas Kelly Kwalik yang dirahasiakan. Di Purua sandera tinggal di Honai yang kami sebut Kamp 17. Tim ICRC datang lagi menemui sandera. Dokter Ferenc ingin membawa empat sandera untuk perawatan lebih lanjut. Tapi, Kelly menolak.

Sehari di Desa Purua atau kamp 17, sandera dibawa turun ke Geselama. Itu Desa Geselama sebenarnya yang selama ini dirahasiakan OPM. Geselema lebih kecil dari Mapnduma. Ada beberapa pondok, puskesmas, gereja, kebun terpelihara dan helipad yang biasa dipakai mendarat tim ICRC.

Sandera hanya dilewatkan Geselama. Mereka ditempatkan di atas bukit agak jauh dari Geselama. Sandera ditempatkan di Honai 1 dan Honai 2 yang dijaga OPM dari suku Dani. Kami sebut kamp 18. Kata Markus, OPM dari suku dani lebih brutal.

Dari Kamp 18, para sandera mendengar kabar santer mereka akan dibebaskan 8 Mei 1996. Tapi, Justus Fonda seorang warga yang menaruh simpati dan sering membantu para sandera meragukan.

“Bebas tangal 8 Mei itu omong-kosong. Kelly Kwalik bohong,” ingat Justus. Tapi, para sandera tidak menghiraukan Justus karena mereka diliputi eforia berlebihan.
Hari “pembebasan” 8 Mei pun datang. Sejak pagi, Tim ICRC dari Honai berangkat bertahap menuju Geselama sebagai tempat upacara pembebasan sandera. Disusul para sandera yang berangkat secara bergelombang. Tidak sekaligus.

Para sandera wanita pun memakai pakaian ala dedaunan. Yang laki-laki pun dicoreng-moreng. Bahkan beberapa pengikut OPM dan kepala suku yang ikut upacara berdandan ala pakaian perang dengan mengenakan atribut binatang. Pesta pembebasan diplot meriah dengan menyembelih 50 ekor babi, puluhan kilo sayuran, 50 karung beras, coklat dan mie.

Para sandera laki-laki diminta memanah pada jantungnya. Lalu api unggun dipakai membakar babi-babi itu. Kelly Kwalik muncul dengan pakaian jins, seragam loreng warna krem. Sebelum naik podium Kelly menyalami satu per satu tamu yang datang dari jauh. Saat Navy mengulurkan tangan Kelly menolaknya. “Ah, kamu tidak usah salaman. Kamu bukan tamu tapi orang saya,” ujar Kelly seraya menepis tangan Navy.

Upacara diawali menaikkan bendera OPM, hormat pasukan OPM pada Kelly yang ada di podium sekaligus bertindak sebagai inspekur upacara. Kelly membacakan beberapa dokumen berisi UU dan sumpah. Tapi, karena Bahasa Indonesia enggak karuan jadi sulit dimengerti.

Aku hampir tertawa saat pasukan OPM menyanyikan yang mereka sebut lagu kebangsaan. Sebab, nadanya seperti lagu gereja, syairnya serupa dengan bait-bait dalam kidung jemaat atau lagu pujian, kalau tidak salah terdiri dari tujuh bait.

Kelly Kwalik dalam pidatonya, “Saya minta ubi harus dapat ubi. Tidak mungkin minta ubi dikasih ketela,” ujar Kelly dengan bahasa kiasan. Artinya, Kelly tetap menuntut kemerdekaan, bukan yang lain. Sepertinya itu tidak mungkin dipenuhi.

Delegasi ICRC yang dipimpin Henry Fournier minta penyerahan para sandera berlangsung damai seperti kesepakatan sebelumnya. Tapi, Kelly Kwalik rupanya ingkar janji. Kelly akan membahas pembebasan sandera dengan semua pasukannya. Tim ICRC diminta datang esok harinya pada 9 Mei.

Pembebasan sandera dibatalkan sepihak oleh Kelly. Padahal, beberapa heli sudah tiba di Geselama bersiap membawa para sandera. Tapi, karena OPM menunjukkan gelagat permusuhan maka, heli segera meninggalkan Geselama.

Begitu juga tim ICRC termasuk Dokter Ferenc yang semula berencana menginap dengan sandera akhirnya diurungkan. Khawatir akan dijadikan sandera. Betapa hancurnya hati para sandera yang sudah terbayang akan dibebaskan. Mereka pun menangis. Pasukan OPM kembali menggiring sandera ke Honai I dan Honai 2. Setelah itu sandera dipindah lagi ke Kamp 19 karena OPM takut lokasi sandera diketahui militer Indonesia.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7157 seconds (0.1#10.140)