Tax Amnesty Digugat

Selasa, 12 Juli 2016 - 09:57 WIB
Tax Amnesty Digugat
Tax Amnesty Digugat
A A A
PEMERINTAH memastikan kebijakan pengampunan pajak atau Tax Amnesty mulai berlaku 18 Juli pekan depan. Saat ini pemerintah sedang melakukan finalisasi sejumlah regulasi dan persoalan teknis yang terkait kelancaran kebijakan tersebut.

Dari sisi regulasi, di antaranya, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang dijadwalkan tuntas dalam pekan ini. Adapun persoalan teknis menyangkut kesiapan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terkait data wajib pajak agar tidak bocor. Dan, kesiapan implementasi kebijakan terutama yang berhubungan dengan instrumen penampung dana repatriasi.

Sebelum kebijakan Tax Amnesty diimplementasikan pertengahan Juli ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan pengarahan kepada Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani. Intinya, bagaimana meyakinkan masyarakat berpartisipasi dalam kebijakan Tax Amnesty.

Mulai mengajak calon peserta, menyiapkan instrumen repatriasi, menciptakan suasana nyaman untuk berpartisipasi, hingga mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk terlibat.

Implementasi kebijakan Tax Amnesty memang harus dimaksimalkan bukan sekadar karena sulit meminta persetujuan dengan para wakil rakyat, melainkan juga atas nama keberlanjutan pembiayaan negeri ini. Di tengah kelesuan perekonomian nasional, pundi-pundi pajak belum terisi maksimal, padahal pajak adalah sumber utama pembiayaan pembangunan yang mencapai sekitar 80%.

Tengok saja penerimaan pajak belum sampai setengah dari target yang dipatok pemerintah hingga pertengahan tahun ini. Karena itu, pemerintah memang harus menyiapkan dari berbagai komponen sebaik mungkin. Apalagi, pemerintah begitu optimistis dana yang akan masuk cukup besar.

Namun, di tengah antusiasme pemerintah menyambut pemberlakuan kebijakan Tax Amnesty muncul ancaman gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adalah Yayasan Satu Keadilan (YSK), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), dan empat warga sipil sedang menyiapkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Tax Amnesty ke MK dalam waktu dekat.

Para penggugat itu menyebut tak kurang dari 21 alasan yang mereka nilai sebagai pelanggaran terhadap konstitusi terkait pemberlakuan UU yang memang menimbulkan pro-kontra sejak awal diwacanakan. Di antaranya, pemerintah dianggap mengizinkan praktik legal pencucian uang dan dapat menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.

Gugatan UU Tax Amnesty ke MK sah saja sebab setiap warga negara memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan atas sebuah UU. Jadi, apabila ada yang menggugat atau mengajukan uji materi (judicial review) terhadap UU tersebut tidak masalah, yang penting pemerintah harus siap menghadapi gugatan tersebut. "Ya, kita harus siapkan untuk menyampaikan posisi dan pembelaan kita di pengadilan,” tegas Menko Perekonomian Darmin Nasution, menanggapi rencana gugatan tersebut, seusai rapat koordinasi di Istana Negara kemarin.

Suara senada juga dilontarkan Gubernur BI Agus Martowardojo yang menilai rencana gugatan itu sebagai hal yang wajar. Untuk melakukan gugatan terhadap UU tidak ada yang melarang, asalkan melalui koridor yang disepakati bersama.

Sementara itu, anggota Panja Tax Amnesty Misbakhun menolak tudingan para penggugat, sebab misi dari UU tersebut bagian dari upaya strategi pemungutan pajak bagi negara. Jadi, sebagaimana ditegaskan Misbakhun, tidak ada kepentingan dari UU tersebut untuk memberikan keistimewaan bagi pihak-pihak tertentu. Kecuali keistimewaan diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Meski pemerintah begitu optimistis bisa menjaring dana besar dalam implementasi kebijakan Tax Amnesty, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani sudah mengingatkan bahwa belum tentu para pengusaha bisa merepatriasi (membawa kembali) seluruh atau sebagian dana mereka di luar negeri. Pasalnya, dana yang ada bisa saja sudah diinvestasikan di berbagai sektor misalnya properti.

Terlepas dari kekhawatiran itu pemerintah tetap wajib mempersiapkan secara detail berbagai hal terkait regulasi dan urusan teknis. Jangan sampai para pemilik dana sudah siap, tetapi aturan implementasi kebijakan tidak mendukung.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3851 seconds (0.1#10.140)