Anomali Sistem Tata Negara Terkait Mendagri Cabut Ribuan Perda

Sabtu, 18 Juni 2016 - 09:01 WIB
Anomali Sistem Tata Negara Terkait Mendagri Cabut Ribuan Perda
Anomali Sistem Tata Negara Terkait Mendagri Cabut Ribuan Perda
A A A
JAKARTA - Pengamat hukum tata negara Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) M Imam Nasef menyatakan, tengah terjadi anomali ketatanegaraan dalam mekanisme pembatalan ribuan peraturan daerah (perda) yang baru-baru ini dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang secara hierarki posisinya berada di bawah Undang-undang (UU), maka proses pembatalan perda seharusnya melalui mekanisme judicial review oleh Mahkamah Agung (MA).

"Mekanisme tersebut telah diatur dalam Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 9 Ayat (2) UU 12/2011," kata Nasef kepada Sindonews, kemarin.

Namun demikian, Nasef menemukan kejanggalan dalam Pasal 251 UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang justru memberi kewenangan pembatalan perda kepada Mendagri untuk perda provinsi dan kepada gubernur untuk perda kabupaten kota.

"Di sinilah letak anomalinya, di satu sisi perda dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan. Tetapi di sisi lain mekanisme pembatalannya tidak dilakukan melalui mekanisme judicial review oleh MA, melainkan melalui executive review oleh Mendagri atau Gubernur," kata Nasef.

(Baca juga: Kemendagri Paparkan Alasan Cabut Ribuan Perda)

Dengan demikian lanjut Nasef, ada problem disharmoni peraturan perundang-undangan, yakni UU Nomor 23/2014 tidak harmonis dan tidak singkron dengan UU Nomor 12/2011. Bahkan Pasal 251 UU Nomor 23/2014 jelas bertentangan dengan konstitusi yaitu Pasal 24A Ayat (1) UUD 1945.

Sebab konstitusi telah menegaskan, segala jenis peraturan perundang-undangan di bawah UU menjadi kewenangan MA untuk membatalkannya melalui suatu proses judicial review.

Oleh karena itu guna mengoreksi dan memperbaiki ketentuan tersebut, Nasef mendorong kepada kepala daerah dan DPRD di seluruh Indonesia untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan Pasal 251 UU Nomor 23/2014 yang mengatur kewenangan Mendagri dan Gubernur dalam membatalkan perda.

"Kepala daerah dan DPRD yang paling punya kedudukan hukum untuk mengajukan uji materil tersebut, mengingat kedua lembaga itu yang secara konstitusional diberi kewenangan membentuk perda," ungkap Nasef.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6667 seconds (0.1#10.140)