Pasal 158 tentang Pilkada Dinilai Mematikan Demokrasi

Sabtu, 26 Desember 2015 - 16:02 WIB
Pasal 158 tentang Pilkada Dinilai Mematikan Demokrasi
Pasal 158 tentang Pilkada Dinilai Mematikan Demokrasi
A A A
JAKARTA - Pasal 158 Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dinilai mematikan demokrasi. Setidaknya 100 dari 119 Sengketa Pilkada 2015 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan tersandung dan gugur akibat pasal tersebut.

Aktivis perempuan sekaligus Ketua Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) Ratna Sarumpaet mengatakan, dirinya menolak keras UU tersebut. Pasalnya, UU tersebut jauh dari rasa keadilan.

"Sangat keterlaluan, membuat 100 dari 119 sengketa Pilkada 2015 yang diajukan MK terancam gugur," ujar Ratna dalam diskusi di Restoran Handayani, Jalan Martaman Raya, Jakarta Timur, Sabtu (26/12/2015).

Pasal tersebut kata Ratna, adalah pasal yang liberal, hal itu lantaran, Pasal 158 tentang Pilkada itu mengatur pembatasan selisih maksimal sebagai syarat formil diterima tidaknya suatu sengketa pilkada.

"Memang sangat jauh dari rasa keadilan dan apabila MK tidak menyikapinya dengan kebijaksanaan. Pasal ini akan makin merusak citra demokrasi kita, memakmurkan korupsi dan kecurangan serta semakin melukai rakyat," tegas Ratna.

Maka itu Ratna mendesak, agar MK tidak hanya memeriksa perselisihan hasil rekapitulasi dengan kejar target. Menurutnya, MK harus memeriksa fakta dan indikasi pelanggaran pilkada yang memenuhi standar terstuktur, sistematis dan masif (TSM) serta memengaruhi perolehan suara.

"Karena bagaimanapun, perluasan objek pemeriksaan terhadap pelanggaran yang TSM selain telah dilakukan MK sebelumnya, juga tidak menyimpang dari UU," tandas Ratna.

Untuk diketahui, dalam UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada menyebutkan syarat pengajuan sengketa.

Di dalam Pasal 158 Ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.

Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.

Pilihan:

Parpol Pendukung Pemerintah Minta Segera Reshuffle Jilid II
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.6315 seconds (0.1#10.140)