HUT ke-70, Momentum TNI Introspeksi Diri

Selasa, 06 Oktober 2015 - 21:02 WIB
HUT ke-70, Momentum TNI Introspeksi Diri
HUT ke-70, Momentum TNI Introspeksi Diri
A A A
JAKARTA - Usia TNI telah genap 70 tahun pada Senin 5 Oktober 2015 kemarin. Di Hari Ulang Tahun (HUT) ini, TNI diharapkan memanfaatkan momentum untuk merefleksi dan mengintrospeksi diri, sekaligus sebagai pembangkit semangat prajurit TNI.

Harapan itu diungkapkan pengamat pertahanan dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati. Wanita yang akrab disapa Nuning ini mengatakan, prajurit TNI tak boleh lagi berpolitik praktis, sehingga harus dibekali pendidikan atau pengetahuan politik negara.

"Agar mereka pun paham apa dan bagaimana netralitas itu. Terlebih kini kita rasakan adanya pergeseran ancaman terhadap negara, kini tak lagi sebatas ancaman perang tradisional," kata Nuning kepada Sindonews, Selasa (6/10/2015).

Dia mengatakan, adanya ancaman cyber war, perang asimetrik dan sebagainya, tentu saja bukan merupakan perebutan teritorial langsung, tetapi lebih kepada otoritas penguasaan kedaulatan melalui teknologi dan psywar.

"Hal ini berdampak lebih luas bisa masuk ke relung-relung ipoleksosbud bangsa. Bila kita tak waspada maka bukan tak mungkin kita dapat dilumpuhkan dengan cara itu sebagai bangsa," ungkapnya.

Maka itu, prajurit TNI juga harus pintar dan memiliki profesionalitas teruji. "Alutsista yang kita miliki tentu harus konsisten dengan renstra dan kebijakan MEF. Jangan nantinya saat ganti pimpinan ganti pula renstra yang pastinya berdampak pada budgeting dan lain-lain," tuturnya.

Saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Menurut Nuning, hal ini tentu tak dapat dilepaskan dari penguatan personel dan alutsista tiga Matra TNI.

Utamanya, TNI AL perlu ditingkatkan mengingat eskalasi ancaman juga ada peningkatan. "Ancaman dan tantangan keamanan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara saat ini adalah memanasnya konflik laut China Selatan, yang melibatkan beberapa negara di kawasan ASEAN seperti Filiphina, Malaysia, Thailand, Vietnam dan lain-lain," ucapnya.

Nuning berpendapat, hal tersebut patut diwaspadai bersama karena wilayah Laut China Selatan merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia. Selain digunakan oleh sejumlah besar negara di dalam wilayah, jalur tersebut juga digunakan negara di luar wilayah.

"Oleh karena itu Indonesia, dalam hal ini TNI, mempunyai peranan penting dalam membangun kestabilan dan keamanan regional guna memelihara keseimbangan di antara negara-negara berkepentingan yang dikendalikan oleh kekuatan dari luar wilayah," katanya.

Indonesia, kata Nuning, harus bisa meningkatkan hubungan, menyebarkan gagasan, dan melontarkan inisiatif terwujudnya “U-shape line area” sebagai zona ASEAN dan China Strategic Petroleum Reserve (SPR) dan terciptanya ASEAN-China Maritime Security Initiative pada pengawasan dan patroli laut-udara di wilayah Laut China Selatan.

Adapun masalah keamanan lain yang dinilainya perlu untuk ditangani bersama adalah mengatasi kejahatan lintas negara alias transnational crime dan isu-isu keamanan perbatasan lainnya.

Dia menyampaikan, wilayah perbatasan yang jauh dan pengawasan sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai gerbang kegiatan ilegal. Misalnya perompakan atau pembajakan, penyelundupan, penangkapan ikan secara ilegal, perambahan hutan ilegal, pergeseran patok-patok perbatasan dan pelintasan batas ilegal.

"Idealnya jika Indonesia menjadi poros maritim dunia atau menjadi center of gravity maritim, Indonesia memiliki pelabuhan Internasional terbesar, Indonesia menjadi pangkalan kapal-kapal pesiar, Indonesia menjadi pusat pertumbuhan industri maritim, dan Indonesia harus memiliki pertahanan maritim yang kuat," ungkapnya.

Terlepas dari berbagai hal itu, tentu saja alutsista dinilainya masih harus ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Terlebih industri pertahanan Indonesia juga sudah banyak pengembangan.

"Jadi bisa kita gunakan produk dalam negeri juga. PT PAL, Pindad dan lain-lain dapat kita andalkan kemampuannya, sehingga alutsista kita kedepan nanti 70% produksi anak bangsa," ucapnya.

Sebagai catatan, Undang-undang Industri Pertahanan mewajibkan pengguna atau TNI untuk menggunakan produk dalam negeri. Artinya, mau tidak mau Indonesia harus bisa menghasilkan produk alutsistanya. "Mungkin sekarang masih belum bisa memproduksi semuanya, tapi kedepan merupakan keharusan," imbuhnya.

Kemudian yang kedua, seandainya alutsista belum diproduksi, maka dibolehkan untuk beli di luar negeri, tetapi dengan persyaratan ketat mengenai kewajiban transfer of technology, counter trade, offset, dan local content.

"Adalah sebuah keniscayaan TNI bukan saja berkonsentrasi pada meningkatkan kualitas dan kuantitas alutsistanya, tetapi harus secara bersamaan meningkatkan kemampuan perwira pengawaknya berikut tingkat kesejahteraan prajurit TNI," pungkasnya.

VIDEO: Kekuatan Pertahanan RI Urutan ke-12 di Dunia

(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6020 seconds (0.1#10.140)