Buwas

Jum'at, 04 September 2015 - 08:38 WIB
Buwas
Buwas
A A A
Buwas, demikian panggilan akrab Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso, tengah menjadi lakon di negeri ini.

Namanya kembali menjadi pembicaraan hangat bukan karena kontroversinya atau langkahnya melakukan penggeledahan seperti sebelumnya, tapi karena dia dikabarkan dicopot dari jabatannya. Walaupun ujung dari kabar tersebut belum jelas, pada Rabu (2/9) kabar itu menggoyang kencang perwira yang dikenal dekat dengan Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan itu.

Tak kurang dari Menko Polhukam Luhut B Panjaitan dan Wapres Jusuf Kalla mengeluarkan pernyataan bernada membenarkan kabar tersebut. Di sisi lain, nama-nama perwira yang bakal menggantikan posisinya pun sudah bermunculan. Mengapa Buwas digoyang? Ada apa di balik isu pencopotannya?

Pertanyaan yang sebenarnya tidak lazim dalam setiap mutasi perwira Polri maupun TNI tersebut sangat mengemuka dalam kasus Buwas. Dalam logika awam pun terlalu sederhana—jika benar pencopotan itu terjadi—bila hanya berdasar alasan tour of duty atau alasan formal lainnya. Pencopotan Buwas karena membuat gaduh dan mengganggu dunia usaha? Alasan tersebut juga sangat rapuh.

Premis ini sangat mudah dimentahkan karena ada perbandingan anggota kabinet yang sering bikin gaduh, tetapi sejauh ini juga masih duduk manis di posisinya. Lagipula kasus yang disasar Buwas kebanyakan kasus korupsi. Bukankah korupsi yang selama ini merusak dunia usaha? Pepatah tiada asap tanpa ada api sangat relevan dalam memahami latar kabar pencopotan Buas.

Siapa terbakar? Inilah yang perlu ditelusuri. Dengan demikian, upaya penggoyangan Buwas tidak bisa dilepaskan dari langkah yang selama ini dilakukan mantan Kapolda Gorontalo tersebut dan mereka yang kepentingannya terusik oleh langkah tersebut. Ibarat gasing, Buwas memang tidak berhenti bermanuver, kemudian menyenggol kanan dan kiri serta ada di antaranya memicu kontroversi.

Tercatat selama menjabat sebagai kabareskrim dia pernah menyodok pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dalam kasus dokumen palsu dan kesaksian palsu.

Berturut-turut mantan Kasespim tersebut kemudian mengusut dugaan kasus korupsi payment gateway yang menyeret mantan pejabat, pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di Pemprov DKI Jakarta, penjualan kondensat yang melibatkan TPPI dan SKK Migas, dan proyek cetak sawah yang diinisiasi Kementerian BUMN.

Belakangan dia menyasar dugaan kasus korupsi dana CSR di Yayasan Pertamina dan pengadaan 10 mobile crane di Pelindo II. Pada kasus terakhir, langkah Buwas mendapatkan perlawanan dari Dirut Pelindo II RJ Lino hingga yang bersangkutan “menabrak” Sofyan Djalil, Presiden Joko Widodo, dan Wapres Jusuf Kalla.

Secara keseluruhan, Bareskrim saat ini tengah menggarap 9 kasus besar korupsi bernilai triliunan, 23 kasus bernilai ratusan miliar, dan 35 kasus korupsi bernilai puluhan miliar. Siapa yang tidak terusik dengan langkah tersebut? Sudah pasti banyak yang kebakaran jenggot.

Mereka yang berada pusaran utama kasus tersebut bukan hanya terancam kehilangan segudang uang, tetapi juga bisa terseret ke pengadilan. Celakanya, mereka yang bermain di arena bernilai triliunan rupiah tersebut sudah pasti bukan pemain kacangan, tetapi kelas kakap.

Kelas kakap bukan hanya karena mereka memiliki modal besar, tapi juga dukungan kekuasaan yang kuat. Atau bisa jadi mereka yang menggenggam kekuasaan dan menentukan kebijakan menjadi pemain utama. Siapa saja mereka? Entahlah. Namun semuanya sangat mungkin bersilang sengkarut demi uang yang begitu menggiurkan.

Maka masuk akal bila karena itulah Buwas pun begitu cepat dan mudah digoyang. Bagaimana cerita sang pelakon berakhir, tentu tergantung siapa yang memenangi pertarungan. Yang pasti, akhir cerita juga akan beriringan dengan munculnya kebenaran.

Jika Buwas benar-benar dicopot dan puluhan kasus bernilai triliunan rupiah mandek di tengah jalan, berarti memang ada kekuatan besar di balik penggoyangan. Sebaliknya jika dia bertahan dan kasus yang digarap tidak menunjukkan perkembangan, Buwas sama halnya telah menebar kepalsuan.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8402 seconds (0.1#10.140)