Negara Butuh Penanganan Cepat

Senin, 31 Agustus 2015 - 10:41 WIB
Negara Butuh Penanganan Cepat
Negara Butuh Penanganan Cepat
A A A
Sudah lebih dari 10 bulan pemerintahan baru di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memimpin negara ini.

Berbagai kebijakan sudah dikeluarkan pemerintah, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda positif yang mengarah pada perbaikan kondisi bangsa.

Berbagai fenomena yang muncul di masyarakat justru sebaliknya. Pelambatan ekonomi nasional mulai dirasakan masyarakat bawah. Daya beli semakin turun. Dunia usaha mulai menjerit bahkan sudah memukul kelompok UMKM. Tren PHK juga sudah mulai terjadi di berbagai daerah. Semua ini terjadi tak lepas dari ketidaksigapan pemerintah dalam merespons fenomena-fenomena yang terjadi mulai pelemahan ekonomi global hingga Elnino.

Kondisi ini memang ada kaitannya dengan ekonomi global yang juga mengalami pelambatan termasuk kebijakan yang tiba-tiba dari China yang melakukan devaluasi mata uangnya. Meski begitu, pemerintah juga tidak bisa terus menerus menggunakan alibi tersebut sebagai pembenaran untuk lari dari tanggung jawabnya.

Yang ditunggu rakyat adalah langkah nyata dan kebijakan yang bisa menjadi solusi jitu bagi berbagai permasalahan bangsa ini. Masyarakat jangan sampai terlalu lama menunggu hasil kerja nyata dari pemerintah Jokowi seperti yang dijanjikan dalam kampanyekampanyenya. Kebijakan yang sifatnya pencitraan juga seharusnya sudah dibuang jauh-jauh.

Tidak penting lagi seorang presiden ikut turun ke sawah menanam benih padi hanya sekadar mencari simpati. Yang ditunggu adalah gebrakan kebijakannya yang memihak masyarakat. Pemerintah harus segera menunjukkan kinerjanya secara profesional agar badai ekonomi segera berlalu. Jangan malah terus membuat manuver yang kontraproduktif. Karena jika kita merunut ke belakang, pemerintahan baru ini seperti berjalan tanpa arah.

Dari awal, pemerintah ini sudah diwarnai oleh kegaduhan politik yang sebenarnya bisa dihindari. Simak saja, kasus pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan menjadi kapolri yang akhirnya berujung terulangnya kasus Cicak versus Buaya (Polri vs KPK). Reshuffle kabinet yang ditunggu ternyata juga memenuhi ekspektasi pasar karena bukan kinerja yang menjadi indikatornya.

Banyak menteri yang dinilai kurang mumpuni justru tak diganti karena kuatnya patron politik yang mereka miliki. Akibatnya, pergantian menteri juga tak menghasilkan kinerja optimal. Bahkan pasca-reshuffle pun, terjadi perang opini secara telanjang dihadirkan oleh Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli dengan Wapres Jusuf Kalla. Pada saat kondisi ekonomi sedang buruk, pemerintah seharusnya bersinergi dan saling bekerja sama.

Bukan malah mengumbar kegaduhan internal yang justru memperburuk situasi. Ironisnya, Presiden Jokowi seperti “membiarkan—kalau tidak bisa dikatakan tak mampu meredam terjadinya kegaduhan-kegaduhan tersebut. Fenomena-fenomena tersebut benar-benar membingungkan masyarakat dan menjauhkan negara ini dari investor yang sangat diperlukan bagi bangkitnya ekonomi nasional.

Apalagi penegakan hukum juga tak berjalan optimal. Di sini, pemerintahan terlihat seperti tak terarah dan tak ada koordinasi. Satu hal lagi, pemerintah juga seharusnya punya prioritas dalam membangun. Jangan sampai proyek yang digarap sebenarnya tidak urgent dan lebih kental bermuatan politik pencitraan seperti proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Kalau mau serius, pemerintah harusnya fokus membangun infrastruktur yang benar-benar dibutuhkan seperti rel, jalan atau pelabuhan di luar Jawa yang kondisinya sangat memprihatinkan. Berbagai permasalahan di atas sudah seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah Jokowi untuk terus berbenah dan benar-benar bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara.

Bukan bekerja untuk kepentingan kelompok tertentu yang dinilai berjasa dalam menaikkannya ke kursi presiden.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3888 seconds (0.1#10.140)