Calon Dubes Non Karir Rusak Sistem Meritrokrasi

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 01:30 WIB
Calon Dubes Non Karir Rusak Sistem Meritrokrasi
Calon Dubes Non Karir Rusak Sistem Meritrokrasi
A A A
JAKARTA - Komisi I DPR menilai calon duta besar (dubes) dari jalur non karir dapat merusak sistem meritrokrasi di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang telah dibangun oleh Hassan Wirajuda sejak 2001 silam.

Pasalnya, dari 33 nama calon dubes yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertiganya merupakan tim sukses (timses) Jokowi waktu Pilpres 2014 lalu.

"Di Kemenlu udah lama sejak Pak Hassan Wirajuda menerapkan sistem meritokrasi, sistem itu didesain bukan saja untuk memenuhi pos struktural dan fungsional di Kemenlu tapi juga untuk kebutuhan SDM diplomat di kantor perwakilan," kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Mahfudz menjelaskan, sistem itu sudah didesain sedemikian rupa sehingga, ketika ada porsi calon dubes dari non karir, maka sebenarnya bisa ganggu sistem meritokrasi karena proses input dan outputnya harus berimbang. Sehingga, ketika ada ketidakseimbangan dalam meritokrasi dan panggilan tugas.

"Karena kita punya pengalaman beberapa waktu lalu ada calon dubes yang tidak layak tapi oleh presiden disiasati ada up grading tapi ternyata kinerjanya tidak maksmal karena kami sudah bisa ukur sejak awal," jelasnya.

Mahfudz mengakui bahwa memang Undang-Undang memperbolehkan dubes dari jalur non karir.

Tapi, dunia diplomasi punya ilmu sendiri dan aturan main sendiri dan kalau melihat pejabat-pejabat di Kemenlu yang ditugaskan menjadi dubes, mereka udah punya rangkaian tugas pendidikan, semua perangkat pengetahuan tentang kediplomatikan termasuk juga diajarkan tentang intelijen.

"Calon dubes dari non karir bisa saja orang yang tidak punya pengetahuan dan pengalaman. Karena itu kami harus cermat teliti dan hati-hati dalam fit and proper test nanti," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, meskipun kewenangan akhir ada di presiden, presiden seharusnya mempertimbangkan sungguh-sungguh hasil penilaian Komisi I DPR karena, DPR akan membuat parameter penilaian secara objektif.

Dan dirinya dapat memastikan bahwa hampir 100% calon dubes yang dikirim ke Indonesia adalah diplomat karir karena, itu sistem baku di berbagai negara.

"Kalau perlu peningkatan kualitas diplomat karir biarkan diberikan, tapi jangan sampai mengisi calon dubes oleh orang yang tidak pernah berkarir di dunia diplomatik. Karena diplomatik punya skill dan ilmu, etika dan protokolernya sendiri," tegasnya.

Lebih dari itu, dia menambahkan, Komisi I sudah meminta penjelasan dari Kemenlu terkait dengan 33 nama calon itu, berikut dengan kelengkapan datanya. Namun, Komisi I belum dapat memastikan kapan fit and proper test akan dilaksanakan, kemungkinannya akan dilakukan pada pertengahan September mendatang.

"Yang jelas pemerintah, presiden dan Kemenlu harus perkuat sistem meritokrasi di Kemenlu seperti di berbagai negara maju," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, Komisi I sudah membentuk tim kecil yang diketuai oleh Bachtiar Aly untuk menyusun kriteria penilaian dan mekanismme fit and proper test.

Menurutnya, dubes yang mewakili martabat negara sehingga para calon dubes itu akan dinilai dari tiga hal yakkni, kompetensi, kapabilitas, dan kapasitas.

"Kompetensi artinya calon tersebut punya disiplin soal polugri, hubungan internasional dan diplomasi atau tidak," kata Hanafi saat dihubungi wartawan.

Menurut Hanafi, Kapabilitas artinya seorang dubes harus memiliki networking atau jaringan, skill komunikasi, lobi dan negosiasi, serta kemampuan berbahasa asing di negara setempat atau tidak. Kapasitas artinya penguasaan pribadi dan pengetahuan soal kawasan yang mau ditempati.

Dengan demikian, lanjutnya, menjadi dubes itu bukan menerima hadiah hiburan bagi timses dari presiden yang sudah dibantu pemenangannya.

Loyalitas dubes harus kepada presiden dan negara, bukan kepada ketua umum partainya masing-masing.

Karena menurutnya, komposisi calon dubes yang diajukan presiden ini terlalu banyak dari jalur politiknya yakni sekitar 30%.

"Jika mereka tidak perform di test fit and proper test dan nekad tetap dijadikan dubes maka ini akan jadi moral hazzard bagi komunitas diplomasi dan politik luar negeri Indonesia," pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9480 seconds (0.1#10.140)