Pasal Penghinaan Presiden Ancam Hak Berpendapat Warga Negara

Rabu, 05 Agustus 2015 - 12:28 WIB
Pasal Penghinaan Presiden Ancam Hak Berpendapat Warga Negara
Pasal Penghinaan Presiden Ancam Hak Berpendapat Warga Negara
A A A
JAKARTA - Upaya menghidupkan kembali pasal tentang penghinaan kepada presiden diprediksi bisa menjadi bumerang bagi pelaksanaan konstitusi warga negara, khususnya menyangkut kebebasan menyatakan pendapat.

Pengamat hukum tata negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), M Imam Nasef menilai sikap Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk menghidupkan kembali pasal tersebut sebagai constitutional disobedience (ketidaktaatan terhadap konstitusi).

"Sejarah ketatanegaraan kita, khususnya pada masa orde baru telah menunjukkan batapa berbahayanya pasal tersebut bagi keberlangsungan hak dan kebebasan berekspresi warga negara," ujar Nasef kepada Sindonews, Rabu (5/8/2015).

Menurutnya, menghidupkan pasal penghinaan terhadap presiden berpotensi merusak iklim demokrasi yang sedang dikonsolidasikan.

Namun dia mengingatkan, meskipun pasal ini dikritik bukan berarti dibolehkan untuk menghina presiden. Menurutnya, harkat dan martabat presiden sebagai simbol negara harus dijunjung tinggi.

"Saya kira instrumen perundang-undangan telah mengatur soal itu, sehingga bukan berarti ketika pasal penghinaan presiden tidak dimasukkan dalam RUU KUHP, berbagai bentuk penghinaan presiden tidak bisa diproses secara hukum," tandasnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) sudah membatalkan pasal mengenai penghinaan kepada presiden.

Namun, dalam kesempatan rapat kerja (raker) DPR, Pemerintahan Jokowi melalui Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengajukan draf resvisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam draf tersebut dicantumkan pasal mengenai penghinaan kepada presiden.

Baca: DPR Tolak Permintaan Jokowi Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7975 seconds (0.1#10.140)